Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Emiten Pedagang Ritel Eceran Terseok, Ini Data Lengkapnya

Meski pendapatan melonjak cukup tinggi, kinerja laba bersih yang dapat diatribusikan emiten pedagang eceran kepada entitas induk periode 2015 terseok dengan rerata turun 8,56% year-on-year. Simak data lengkapnya.
Gerai Hero Supermarket/JIBI
Gerai Hero Supermarket/JIBI

Bisnis.com, JAKARTA--Meski pendapatan melonjak cukup tinggi, kinerja laba bersih yang dapat diatribusikan emiten pedagang eceran kepada entitas induk periode 2015 terseok dengan rerata turun 8,56% year-on-year.

Pada periode 2015, kinerja PT Hero Supermarket Tbk. (HERO) paling tertekan lantaran harus menderita rugi Rp144,04 miliar dari sebelumnya laba Rp43,75 miliar. Sebaliknya, PT Matahari Departement Store Tbk. (LPPF) mencatat lonjakan laba 19,07% menjadi Rp1,78 triliun dari Rp1,41 triliun.

Analis PT Danareksa Sekuritas Lucky Bayu Purnomo mengatakan tekanan yang terjadi pada emiten ritel pada tahun lalu akibat sejumlah faktor. Di antaranya, tingginya suku bunga acuan, kenaikan tarif dasar listrik (TDL), pencabutan subsidi bahan bakar minyak (BBM), pertumbuhan ekonomi, dan rendahnya indeks kepercayaan konsumen.

"Ke depan, perusahaan ritel tetap mengalami pelemahan walaupun suku bunga sudah berada di 6,75%. Kami memperhatikan, saat ini gairah pasar belum cukup tinggi," katanya kepada Bisnis.com, Selasa (22/3/2016).

Dia menilai tekanan terhadap emiten ritel pada tahun lalu terjadi setelah Bank Indonesia mematok suku bunga acuan (BI Rate) pada level 7,5%. BI Rate pada level tersebut membuat perilaku konsumen membatasi transaksi, termasuk pembelian kendaraan, memulai berbisnis, hingga pengajuan kredit.

Perilaku konsumen itu, sambungnya, membuat sirkulasi sektor perdagangan eceran yang menjadi denyut nadi perekonomian domestik. Mayoritas masyarakat membatasi belanja yang membuat kinerja perusahaan ritel terkoreksi.

Kemudian, pada tahun lalu, pemerintah juga menaikkan TDL, BBM, serta terjadinya pelemahan rupiah lantaran apresiasi terhadap dolar Amerika Serikat selama periode 2015. Aspek-aspek tersebut menjadi penyebab perusahaan ritel tertekan pada tahun lalu.

Tidak hanya itu, amblasnya harga minyak mentah dunia sepanjang tahun lalu juga ditengarai memberikan kontribusi terhadap tekanan bagi emiten ritel. Sejumlah perusahaan dan industri padat karya melakukan perampingan dan efisiensi operasional, sehingga berdampak pada penjualan emiten ritel.

Tahun lalu, sejumlah perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), membatasi jaringan distribusi lantaran tidak ada serapan pasar, sehingga berdampak pada emiten pedagang eceran. Terakhir, indeks kepercayaan konsumen (IKK) tahun lalu juga berada pada level yang rendah.

"Maklum tahun pertama pemerintahan Joko Widodo. Pemerintah kelihatan panik, lihat saja hampir 10 paket kebijakan ekonomi dikeluarkan tahun lalu, itu tahun uji coba," tuturnya.

Lucky menilai pada tahun ini, emiten perdagangan eceran masih akan tertekan meski BI Rate telah dipangkas menjadi 6,75%. Gairah masyarakat dalam bertransaksi masih belum pulih lantaran harga minyak dunia hanya berada pada level US$38-US$40 per barel, seharusnya di level US$50 per barel.

Kondisi itu membuat perekonomian dunia cenderung stagnan. Perekonomian dunia dapat kembali berputar jika harga minyak mentah dunia berada di level US$50 per barel. Level tersebut akan membuat kegiatan ekspor dan impor mulai bergeliat.

Pemangkasan BI Rate hingga ke level 6,75% dinilai patut diapresiasi. Namun, pemangkasan suku bunga acuan itu terbilang terlambat lantaran momentum seharusnya tahun lalu, bukan saat ini saat harga minyak mentah rendah.

Dia juga menuturkan, pertumbuhan ekonomi pada tahun ini dinilai dapat menjadi harapan karena proyeksi yang lebih tinggi dari tahun lalu. Paket kebijakan yang telah dirilis oleh pemerintah diharapkan juga dapat direalisasikan agar memiliki dampak terhadap konsumsi masyarakat.

Penggenjotan proyek infrastruktur oleh pemerintah, katanya, juga dapat menjadi cahaya cerah bagi perusahaan ritel. Diharapkan, sektor infrastruktur akan memasuki tahap eksekusi sehingga mampu mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi tahun ini.

Adapun, masuknya bisnis e-commerce, dinilai perlu dijadikan peluang bagi emiten ritel sebagai diversifikasi lini usaha untuk menggenjot pendapatan. Kehadiran mataharimall.com, merupakan kecerdikan Grup Lippo yang mampu menangkap peluang pada sisi ritel.

"Adanya e-commerce, sekarang apakah ritel konvensional itu terganggu? Tidak. Row materials itu asalnya dari ritel konvensional," jelasnya.

Secara terpisah, Presiden Direktur PT Matahari Putra Prima Tbk. (MPPA) Bunjamin J. Mailool, mengatakan meski dalam kondisi ekonomi yang sulit, MPPA terus menjalankan arahan strategisnya dengan perluasan bisnis melalui format baru termasuk pengembangan konsep inti Hypermart G7 dengan pembukaan dan renovasi gerai dalam skala nasional.

"Restrukturisasi manajemen operasional, investasi sumber daya manusia yang berkelanjutan, pengelolaan persediaan, langkah-langkah pengurangan biaya dan lainnya," katanya dalam laporan tahunan pada keterbukaan informasi di PT Bursa Efek Indonesia.

Tahun lalu, emiten ritel Grup Lippo itu membuka 33 gerai dan merenovasi 8 Hypermart. Per 31 Desember 2015, total gerai perseroan mencapai 293 unit dari tahun sebelumnya 267 gerai.

Penjualan bersih MPPA pada tahun lalu mencapai Rp13,9 triliun, naik 2,5% dari Rp13,6 triliun tahun sebelumnya. Laba bersih yang dapat diatribusikan kepada entitas induk ambruk 66,97% mencapai Rp182,99 miliar dari Rp554,01 miliar.

Tahun ini, perseroan mengklaim bakal tetap optimistis dan terus berekspansi.  MPPA berencana menambah hingga 10 gerai Hypermart, 6 Foodmart, 4 SmartClub, 17 Boston Health & Beauty, dan 16 gerai FMX.

Pada kesempatan berbeda, Presiden Direktur Hero Supermarket Stephane Deutsch, menuturkan pada tahun lalu, HERO berhasil meraup penjualan Rp14,35 triliun atau naik 12,4% dari tahun sebelumnya Rp12,76 triliun.

"Sebesar Rp82 miliar dibukukan sebagai rugi bersih underlying untuk tahun lalu, dibandingkan dengan laba bersih underlying sebesar Rp64 miliar pada 2014," katanya.

Kerugian tersebut terutama disebabkan oleh margin perdagangan yang lebih rendah, biaya tenaga kerja yang lebih tinggi, kerugian pada persediaan sebagai akibat dari pengelolaan persediaan yang lebih ketat, serta program rasionalisasi gerai.

Berikut rekapitulasi pendapatan emiten pedagang eceran atau ritel pada 2015 dalam miliaran rupiah: 

Ticker

2014

2015

Perubahan (%)

CSAP

6.997,92

7.117,83

1,71

HERO

12.768,97

14.352,7

12,40

LPPF

7.925,54

9.006,89

13,64

MPPA

13.590,4

13.928,85

2,49

TELE

14.589,69

22.039,66

51,06

Total

55.872,52

66.445,93

18,92

 

Berikut rekapitulasi laba bersih emiten pedagang eceran atau ritel pada 2015 dalam miliaran rupiah: 

Ticker

2014

2015

Perubahan (%)

CSAP

111,55

40,61

-63,59

HERO

43,75

-144,07

NA

LPPF

1.419,11

1.780,84

25,49

MPPA

554,01

182,99

-66,97

TELE

311,03

370,35

19,07

Total

2.439,45

2.230,72

-8,56

Sumber: Laporan keuangan perseroan, diolah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sukirno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper