Bisnis.com, JAKARTA - Emiten tekstil dan garmen PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Sritex) memastikan untuk menunda emisi obligasi global senilai US$420 juta sekaligus membantah adanya informasi rencana rights issue sebesar Rp416,5 miliar.
Presiden Direktur Sri Rejeki Isman Iwan Setiawan Lukminto menuturkan kedua aksi korporasi itu dipastikan tidak terlaksana. Bahkan, rencana rights issue tidak terpikirkan demi meraih dana segar.
"Global bond kami hold dulu karena market global belum stabil. Kalau rights issue tidak ada, enggak kepikiran," katanya kepada Bisnis.com pada Kamis (10/3/2016).
Dia menuturkan penundaan emisi obligasi global setara dengan Rp5,67 triliun tersebut juga karena proyek power plant yang dirancang manajemen emiten berkode saham SRIL dipastikan tertunda. Awalnya, perseroan akan membangun proyek pembangkit listrik berkapasitas 70 Megawatt dengan investasi US$100 juta bagi kebutuhan pabrik.
Akan tetapi, katanya, proyek pembangkit listrik itu dipastikan tertunda lantaran pemerintah merilis paket kebijakan yang membuat harga listrik dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) jauh lebih murah, sehingga dia menilai pembelian listrik dari PLN lebih efisien bila dibandingkan dengan pembangunan proyek power plant sendiri.
Rencana emisi obligasi global itu memang telah mendapatkan restu dari rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada September 2015. Manajemen diperbolehkan menerbitkan surat utang global senilai US$420 juta, termasuk untuk refinancing, hingga Agustus 2016.
Bantah Gelar Rights Issue
Sementara terkait penerbitan saham baru, perusahaan milik pengusaha asal Solo itu memastikan tidak akan menggelar aksi korporasi tersebut.
Penawaran umum terbatas I (PUT) santer dibicarakan di kalangan trader dan investor saham akan digelar awal Mei 2016. Penerbitan saham baru dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) sebanyak 447,75 juta lembar saham setara dengan 20% dari modal ditempatkan dan disetor penuh.
Perseroan disebutkan berpotensi meraup dana segar Rp416,5 miliar dengan rasio rights issue 4:1. Harga pelaksanaan rights issue diproyeksi berada pada level Rp340-Rp390 per lembar.
Pada perdagangan saham Kamis (10/3/2016), saham SRIL stagnan di level Rp260 per lembar dengan kapitalisasi pasar Rp4,85 triliun. Selama setahun, saham SRIL memberikan return 47,83% dan negatif 33,16% sepanjang tahun berjalan.
"Global bond, obligasi, bank loan, hingga rights issue akan kami exercise ke depan," tuturnya.
Perusahaan yang sohor dengan sebutan Sritex itu optimistis kinerja pada tahun ini jauh lebih baik ketimbang tahun lalu. Bahkan, perseroan mengklaim telah mengamankan kontrak sepanjang 2016.
Hingga Maret, katanya, perseroan telah mengantongi kontrak sampai dengan September 2016. Orang terkaya ke-45 versi majalah Forbes dengan kekayaan US$540 juta itu menargetkan penjualan dapat meningkat 6%-8% menjadi US$680 juta year-on-year.
Dia juga optimistis kinerja perseroan sepanjang tahun lalu yang bakal segera dirilis juga melebihi target yang ditetapkan. Meski kondisi ekonomi yang disebut terjadi turbulensi pada tahun lalu itu kinerja Sritex masih meningkat.
"Tahun ini belanja modal Sritex US$100 juta, dari kas internal," tuturnya.
Belanja modal (Capital expenditure/Capex) tersebut terbilang naik 25% dari tahun lalu US$80 juta. Padahal, sebelumnya, perseroan menyebutkan rencana belanja modal sebesar US$50 juta tahun ini.
Anggaran belanja modal tahun ini sebesar US$100 juta, katanya, bakal digunakan untuk finishing dan perbaikan. Sisanya, sebagian kecil dana akan digunakan untuk garmen.