Bisnis.com, JAKARTA— Indeks harga saham gabungan telah menguat 1,02% atau 47,41 poin ke level 4.705,74 di akhir perdagangan sesi I, Jumat (26/2/2016).
IHSG langsung menguat signifikan di pembukaan, naik 0,8% atau 37,49 poin ke level 4.695,82.
IHSG menguat tajam di akhir pekan, naik 1,61% atau 74,83 poin ke level 4.733,15.
Pukul 16.00 WIB IHSG Ditutup Naik 1,61% ke 4.733,15
Negara-negara anggota G20 mencapai sederet kesepakatan mulai dari percepatan reformasi struktural, menjalin keterbukaan kebijakan, hingga mengevaluasi ulang kebijakan suku bunga negatif dan pemberian stimulus ekonomi.
Sesuai dengan perkiraan para investor. Pasalnya, hingga akhir pertemuan, para menteri keuangan dan gubernur bank sentral G20 jus tru tidak memasukkan agenda penambahan stimulus dalam kesimpulan akhir.
Dalam pertemuan yang digelar pada 26-27 Februari, para pejabat G20 tidak menemukan kesamaan pemikiran terkait dengan pemberian stimulus.
Hal ini memicu kekhawatiran para investor akan kondisi yang tak berubah di pasar selama beberapa waktu ke depan. Pasalnya, dengan tak adanya kesimpulan terkait penambahan stimulus, para investor yakin, Jepang dan Uni Eropa hanya akan menambahkan sedikit stimulus pada Maret.
Kondisi ini tentu saja tak sesuai dengan ekspektasi dari para investor yang menginginkan ada nya skema stimulus yang besar. Ter lebih, Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve) dan Bank Sentral Inggris (Bank of England/BOE) memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya secara lebih ketat.
“Tampaknya data ekonomi di se jumlah negara akan menjadi tulang punggung untuk menstabilkan sentimen pasar, setelah topik penerbitan stimulus tidak menjadi bahasan penting di G20,” tulis ekonom di Barclays dalam risetnya, merujuk pada tidak adanya kesimpulan terkait penerbitan stimulus.
Salah satu negara yang tegas menolak pemberian stimulus tambahan adalah Jerman. Menteri Keuangan Jerman Wolfgang Schaeuble mengatakan, Negeri Panser itu tidak tertarik kepada stimulus baru dan dengan tegas menolak pemberian stimulus tersebut. Model pertumbuhan ekonomi Uni Eropa yang dibiayai dari utang telah mencapai batas maksimalnya.
“Hal ini bahkan menyebabkan masalah baru, meningkatkan utang, menyebabkan gelembung dan pengambilan risiko berlebihan,” katanya.
Kondisi ini seakan-akan sesuai dengan ucapan Gubernur BOE Mark Carney. Dia menyatakan bahwa pertemuan G20 ini hampir pasti tidak akan menghasilkan pembahasan dan kesimpulan yang sesuai dengan perkiraan pasar.
Ekonom senior ANZ David Cannington bahkan juga menyatakan hal yang sama sebelum pertemuan G20 ini mengumumkan hasil kesimpulannya. Dia melihat, pertemuan G20 memiliki sejarah panjang yang mengecewakan. Para analis, menurutnya, masih pesimistis dengan kemungkinan pertemuan itu akan menghasilkan keputusan yang memuaskan.
“Pasalnya dalam pertemuan ini, selama ini terdapat banyak kepentingan global yang justru didominasi oleh kepentingan kelompok,” katanya, Jumat (26/2/2016).
SEPAKATI KOLEKTIVITAS
Dalam kesimpulan akhir pertemuannya, menteri keuangan dan gubernur bank sentral anggota G20 merilis serangkaian isu yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi global. Isu-isu tersebut a.l. capital outflow yang sulit dikendalikan, penurunan tajam harga komoditas dan potensi krisis akibat rencana keluarnya Inggris dari Uni Eropa (British Exit/Brexit).
“Pemulihan global akan terus berlangsung. Namun juga berpotensi berada di bawah target dan ambis kita, karena banyak hal tak terduga terjadi di masa depan,” tulis para pejabat dalam keterangan resminya, Sabtu (27/2/2016).
Selain itu, para anggota G20 ini juga mengungkapkan, dengan kebijakan moneter yang tepat dan saling terkoordinasi, stabilitas perekonomian akan terjaga.
Namun, para pejabat juga menegaskan, kebijakan moneter saja tidak akan cukup. Pemerintah tentunya membutuhkan sejumlah dukungan lain dari sektor swasta untuk menciptakan iklim ekonomi yang baik.
Sementara itu, selain China, kawasan Eropa diproyeksikan menjadi perhatian utama negara-negara dunia pada tahun ini. Ancaman Brexit dan meningkatnya jumlah imigran di kawasan tersebut, dinilai menjadi isu penting secara internasional.
“Isu Brexit menurut kami akan mengancam keamanan nasional dan keamanan ekonomi bagi, Eropa, Inggris dan Amerika Serikat (AS) sendiri,” kata Menteri Keuangan AS Jack Lew, Sabtu (27/2/2016).
Untuk itu para menteri anggota G20 sepakat menggunakan semua alat baik kebijakan moneter, fiskal, dan struktural baik secara terbuka kolektif untuk mencapai tujuan bersama. Selain itu, mereka juga menyepakati, reformasi struktural akan membuat negaranegara menjadi lebih lentur dalam menghadapi gejolak
ekonomi global.
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde mengatakan, adanya urgensi baru dalam pertemuan G20 ini. Menurut dia, kesepakatan negara-negara untuk lebih terbuka terkait dengan kebijakan moneter dan fiskalnya, dapat menipiskan risiko gagalnya negara-negara keluar dari krisis.
“Mereka telah berhasil membuat janji untuk berkonsultasi lebih erat di pasar valuta asing,” katanya.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengharapkan, negara G20 dalam tempo dekat dapat mengimplementasi kerja sama perpajakan internasional. Menkeu menyoroti kebijakan Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) dan rencana pertukaran informasi secara otomatis di bidang perpajakan (Automatic Exchange of Information/AEOI).
Dia ingin agar negara berkategori early adopters dapat melaksanaka AEOI sesuai dengan batas waktu yang ditentukan yakni 2017. Hal ini dimaksudikan agar pada 2018, program tersebut dapat terlaksana secara penuh. Menkeu juga mendesak, agar pemerintah negara lain ikut bekerja sama untuk menghentikan rekayasa keuangan oleh institusi-institusi di pusat-pusat keuangan dunia. Selain itu, dia meminta agar negara dunia menghindari kebijakan perang tarif pajak, agar tidak menimbulkan kerugian bagi negara lainnya.
IHSG menguat tajam di akhir pekan, naik 1,61% atau 74,83 poin ke level 4.733,15.
IHSG semakin menanjak di awal sesi II, naik 1,15% atau 53,61 poin ke level 4.711,93 pada pukul 14.03 WIB.
Laba bersih PT Astra International Tbk. sepanjang tahun lalu turun 25% secara tahunan menjadi Rp14,4 triliun, terendah dalam 5 tahun terakhir yang dipengaruhi lemahnya konsumsi domestik dan tren penurunan harga komoditas.
Data yang dihimpun Bisnis, laba emiten berkode saham ASII itu turun dalam 2 tahun terakhir.
Pada 2014, laba bersih perseroan tergerus 1,2% secara tahunan, setelah pada 2013 cenderung stagnan di bandingkan dengan tahun sebelumnya.
Dari enam lini bisnis ASII, hanya divisi teknologi dan informasi yang mencatatkan kenaikan laba bersih sebesar 2%, sementara divisi lain membukukan koreksi dengan penurunan terbesar dialami divisi agribisnis sebesar 75%.
Sementara itu, laba bersih divisi alat berat dan pertambangan serta jasa keuangan juga terkoreksi. Adapun, divisi otomotif yang menjadi tulang punggung kinerja
mencatat koreksi laba bersih 12%.
Astra mencatatkan pendapatan bersih Rp184,1 triliun pada tahun lalu dibandingkan dengan Rp201,7 triliun pada 2014. Penurunan pendapatan itu juga yang pertama kali sejak 5 tahun terakhir.
Prijono Sugiarto, Presiden Direktur Astra Inter national, dalam keterangan resmi Kamis (25/2/2016) mengungkapkan, koreksi pendapatan disebabkan turunnya segmen otomotif, alat berat dan pertambangan, serta agribisnis.
Menurutnya, diskon harga di pasar mobil akibat kelebihan kapasitas produksi memberikan dampak negatif terhadap laba bersih perseroan.
Tira Ardianti, Head of Investor Relations Astra International, menambahkan margin divisi otomotif masih tertekan karena perang diskon di kalangan agen pemegang merek. Namun, lanjutnya, kondisi pada tahun lalu lebih baik.
Dia menjelaskan sepan jang 2015, wholesales atau distribusi Grup Astra ke diler hanya 503.067 unit, sedangkan pada 2014 mencapai 614.169 unit.
“Kami telah mengelola pasokan lebih baik untuk mengurangi tekanan margin,” katanya kepada Bisnis.
Astra teruskan rebound usai merilis laporan keuangan dan memimpin pergerakan IHSG jeda siang Jumat (26/2/2016). Sementara itu rencana akusisi tambang baru mendongkrak saham Indo Tambangraya.
Sebanyak 144 saham menguat, 80 saham melemah, dan 303 saham stagnan pada siang ini dari 527 saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Saham-saham big cap memimpin penguatan IHSG. PT Astra International Tbk (ASII), PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) kompak menguat.
PT Astra International Tbk (ASII), yang kemarin mengumumkan penurunan 24% pada laba bersih menjadi Rp14,4 triliun, naik 3,5% pada jeda siang. ASII telah rebound 3,9% dalam dua hari terakhir setelah tergelincir 9,22% dalam 4 hari perdagangan sebelumnya.
Penguatan paling tajam terjadi pada saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG). Induk usaha ITMG, Banpu Pcl, dikabarkan berencana membeli satu area tambang batubara di Kalimantan.
IHSG menguat 1,02% atau 47,41 di jeda siang ke level 4.705,74. Indeks terus bergerak di zona hijau antara level 4.691,43—4.713,07 di sesi I setelah dibuka naik 0,8%.
IHSG telah menguat 1,02% atau 47,41 poin ke level 4.705,74 di akhir perdagangan sesi I.
IHSG bergerak menguat 0,97% atau 45,21 poin ke level 4.703,54 pada pukul 11.19 WIB.
Indeks PSEi sendirian bergerak di zona merah dengan pelemahan 0,45% di saat indeks bursa lain di Asia Tenggara menguat. Straits Times naik 1,14%, KLCI menguat 0,26%, sedangkan SET Thailand naik 0,37%.
IHSG langsung menguat signifikan di pembukaan, naik 0,8% atau 37,49 poin ke level 4.695,82.
Bursa Amerika Serikat reli pada penutupan perdagangan Kamis atau Jumat pagi WIB), saat investor menyoroti sejumlah rilis data ekonomi yang positif berbarengan dengan pemulihan harga minyak.
Indeks Dow Jones Industrial Average melompat 212,30 poin atau 1,29% ke 16.697,29.
Indeks S&P 500 berakhir naik 21,90 poin, atau 1,13% menjadi 1.951,70.
Indeks komposit Nasdaq bertambah 39,60 poin, atau 0,87% menjadi 4.582,21.
Harga minyak terus menguat pada Kamis, dengan kontrak minyak mentah AS dan minyak mentah Brent melompat lebih dari dua persen.
Penguatan minyak setelah anggota OPEC dan Rusia telah sepakat untuk bertemu pada Maret, guna membahas pembatasan produksi minyak mentah.
Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April naik 0,92 dolar AS menjadi menetap di US$33,07per barel di New York Mercantile Exchange, sementara minyak mentah Brent untuk pengiriman April naik 0,88 dolar AS menjadi ditutup pada US$35,29 per barel di London ICE Futures Exchange.
Data ekonomi AS yang menjadi perhatian pasar adalah pesanan produk tahan lama manufaktur pada Januari meningkat US$11,1 miliar atau 4,9% menjadi US$237,5 miliar, jauh di atas konsensus pasar, seperti dirilis Departemen Perdagangan AS pada Kamis.
"Pasar bisa lebih bersemangat. Namun data saat ini, belum ada bukti tren meningkat," kata Chris Low, Kepala Ekonom FTN Financial seperti dikutip Antara, Jumat (26/2/2016).
Sementara itu, dalam pekan yang berakhir 20 Februari, angka klaim pengangguran meningkat 10.000 dari tingkat direvisi minggu sebelumnya menjadi 272.000..