Bisnis.com, JAKARTA – Kinerja emiten pakan ternak pada 2014 kurang memuaskan karena mendapatkan tekanan dari beberapa faktor. Untuk tahun ini, emiten pakan ternak pada tahun ini juga diperkirakan bergerak lebih moderat karena tekanan sejak 2014 masih terus berlanjut hingga saat ini.
Beberapa faktor yang menekan kinerja emiten pakan ternak antara lain, depresiasi rupiah sejak semester II/2013 telah membuat harga bahan baku yang harus diimpor menjadi mahal. Lalu, harga anak ayam sehari atau days old chick (DOC) yang jatuh cukup dalam pada semester II/2014.
Meskipun begitu, tiga emiten pakan ternak pada tahun lalu masih meraup pertumbuhan pendapatan sebesar 7% sampai 14%. Namun, beban biaya operasional karena rugi kurs dan jatuhnya harga days old chick (DOC) membuat laba bersih ketiga emiten itu terpuruk.
PT Malindo Feedmill Tbk. (MAIN) menjadi yang paling tertekan dari segi laba bersih dengan mencatatkan rugi bersih Rp84,77 miliar dibandingkan dengan 2013 yang masih meraup laba senilai Rp241,63 miliar.
Sementara itu, PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk. (CPIN) dan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. (JPFA) mencatatkan penurunan laba bersih pada tahun lalu masing-masing sebesar 30,93% dan 39,93% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Hadijanto Kartika, Sekretaris Perusahaan Charoen Pokphand Indonesia, mengatakan untuk menahan tekanan pada tahun lalu, perseroan melakukan penyesuaian harga produk seiring kenaikan biaya operasional.
“Hasilnya, tahun lalu kami dapat menjaga margin laba kotor sebesar 14,18%, margin laba usaha sebesar 8,12%, dan margin laba bersih sebesar 5,99%,” ujarnya, Kamis (2/4).
Adapun, Rudy Hartono, Sekretaris Perusahaan Malindo Feedmill, mengatakan perseroan didera rugi bersih karena siklus industri pakan ternak pasca lebaran memang kerap tertekan. Selain itu, penyelesaian food processing baru di Cikarang juga cukup memberikan beban.
Tahun ini, emiten pakan ternak pun masih tertekan oleh pergerakan nilai tukar rupiah yang berada di kisaran Rp13.000.
Dessy Lapagu, analis PT BNI Securities, mengatakan cukup berisiko bagi emiten sektor pakan ternak untuk melakukan ekspansi besar atau lebih agresif pada tahun ini. Nilai tukar rupiah yang masih lemah tetap membuat beban biaya operasional makin tertekan.
“Namun, emiten pakan ternak seharusnya sudah menyiapkan strategi khusus terkait tekanan dari depresiasi rupiah yang sudah dialami sejak satu setengah tahun terakhir,” ujarnya.
Rudy mengungkapkan untuk menahan tekanan terhadap kinerja, perseroan berencana meningkatkan porsi lindung nilai atau hedging pada tahun ini. Sayang, dia enggan mengungkapkan besaran porsinya.