Bisnis.com, JAKARTA— Bisnis pengolahan karet remah meneruskan kelesuan tahun lalu bahkan dinilai tengah berada di level terendah.
Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Pranata berpendapat dengan harga karet remah (crumb rubber) US$1,4 – US$1,5 per kilogram (kg) agaknya bisnis tak bisa merosot lebih buruk lagi.
“Harga sekarang sudah jauh berbeda dari tahun lalu, sekarang sudah paling rendah, sekarang sudah paling jatuh,” katanya kepada Bisnis, Jumat (20/3/2015).
Industri crumb rubber saat ini beroperasi di bawah 70% lantaran sukar memperoleh bahan baku. Secara umum penyerapan crumb rubber di domestik hanya sekitar 17%, selebihnya atau sekitar 83% dari produksi diekspor.
Pelemahan harga tentu memengaruhi kinerja ekspor, seperti ke produsen ban di Jepang, China, AS, hingga Eropa. Harga yang menyusut berpotensi menekan nilai ekspor meskipun dari segi volume mungkin tidak terkikis.
Crumb rubber merupakan jenis terbesar dari produksi karet alam. Realisasi produksi karet alam tahun lalu sekitar 3,2 juta ton dengan porsi ekspor 2,6 juta ton. Rendahya penyerapan di domestik membuat bisnis di bidang ini seolah tengah di titik terendah.
Daya saing industri pengolahan karet dewasa ini belum memadai karena produk yang diekspor semata karet sebagai bahan baku. Setoran ekspor karet alam tahun lalu tercatat sebesar US$6,9 miliar.
Angka itu mengindikasikan rendahnya nilai tambah karet alam. Peningkatan nilai tambah tentuya dipacu melalui peningkatan investasi di industri pengolahan karet hilir. Adapun crumb rubber sekarang mayoritas baru dimanfaatkan produsen ban.
Sementara itu industri ban belum berkembang pesat. Sebab, komponen produksi ban tidak hanya crumb rubber tetapi juga ada karet sintetis, karbon hitan dan lainnya,” ucap Pranata.