Bisnis.com, JAKARTA- Peran industri asuransi dan dana pensiun pada instrumen surat berharga negara dinilai minim seiring masih rendahnya porsi investasi keduanya pada instrumen tersebut.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU), kepemilikan industri asuransi pada surat berharga negara (SBN) per Desember 2014 tercatat Rp151 triliun atau hanya 12,47% dari total kepemilikan SBN yang mencapai Rp1.210 triliun.
Bahkan, porsi industri dana pensiun jauh lebih rendah lagi, yakni hanya 3,55% dari total kepemilikan SBN. Hingga akhir tahun lalu, total kepemilikan industri dana pensiun pada SBN hanya sekitar Rp43 triliun. Adapun, kepemilikan asing di SBN sepanjang tahun lalu tercatat paling tinggi atau berkontribusi hingga 38,1%.
Head of Investment PT AAA Asset Management Siswa Rizali mengatakan kontribusi industri asuransi dan dana pensiun pada instrumen surat utang negara (SUN) masih sangat rendah. Padahal, di negara lain seperti Singapura dan Malaysia, kontribusi kedua instrumen tersebut pada surat utang di sana sangat besar.
Dia menilai, perusahaan asuransi di Indonesia banyak yang menempatkan investasinya pada instrumen jangka pendek. Padahal, kontrak asuransi, seperti asuransi jiwa tidak ada yang lebih pendek dari 5 tahun. “Pasti banyak yang kontraknya di atas 10 tahun bahkan sampai 30 tahun. Nah, SUN itu kan durasinya paling panjang jadi seharusnya mereka lebih agresif,” kata Siswa saat berkunjung ke kantor Bisnis Indoensia, Selasa (13/1).
Menurutnya, alasan investor, termasuk industri asuransi dan dana pensiun lebih memilih instrumen investasi jangka pendek karena dinilai menghasilkan imbal hasil yang lebih tinggi. Padahal, bila kedua industri tersebut agresif, diperkirakan kontribusi domestik pada kepemilikan SUN akan lebih besar.