Bisnis.com, JAKARTA- Di tengah perlambatan pertumbuhan industri reksa dana konvensional, pertumbuhan reksa dana saham yang diperdagangkan di bursa (exchange traded fund/ETF) justru meningkat pesat.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 10 September, nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana konvensional mengalami perlambatan. Bila diperinci, reksa dana saham baru tumbuh 4,37% menjadi Rp88,49 triliun dari perolehan Rp84,49 triliun di awal tahun. Kemudian, untuk reksa dana terproteksi, tercatat tumbuh 3,26% menjadi Rp43,59 triliun dari perolehan Rp42,21 triliun.
Adapun reksa dana campuran mengalami penurunan 0,36% menjadi Rp19,38 triliun dari perolehan di awal tahun Rp19,45 triliun. Begitu juga dengan NAB reksa dana syariah yang turun 1,49% menjadi Rp9,37 triliun dari perolehan Rp9,51 triliun.
Hanya reksa dana pendapatan tetap tercatat meningkat 13,03% menjadi Rp32,26 triliun dari perolehan Rp28,54 triliun.
Sementara itu, berbeda dengan reksa dana konvensional, dana kelolaan reksa dana indeks tercatat tumbuh hingga 66,66% menjadi Rp550 miliar dari perolehan Rp330 miliar.
Begitu juga dengan reksa dana ETF tercatat 2,22 triliun atau sudah tumbuh 12,69% dari perolehan di awal tahun yang sekitar Rp1,97 triliun.
Vilia Wati, analis PT Infovesta Utama mengatakan potensi pasar produk ETF untuk berkembang sangat besar meskipun saat ini hanya PT Indo Premier Investment Management (IPIM) yang konsisten mengeluarkan produk ETF. Menurutnya, produk ETF bisa menjadi produk pilihan investor ke depannya.
“Kalau reksa dana konvensional kan ditentukan oleh kinerja manajer investasi, sedangkan EFT tergantung dari kinerja indeks. Selama ini banyak anggapan bahwa manajer investasi tidak bisa mengalahkan indeks, maka dikeluarkan reksa dana indeks dan ETF,” kata Vilia saat dihubungi Bisnis, Senin (29/9/2014).
Beberapa faktor yang membuat terus berkembangnya produk reksa dana ETF adalah portofolio ETF yang memang lebih transparan.
Kemudian, biaya transaksi dan management fee yang umumnya relatif lebih rendah pada ETF juga bisa menjadi poin plus bagi ETF. Namun kenyataannya, tidak sedikit manajer investasi yang masih fokus pada produk konvensional dan belum melirik produk ETF.
“Karena kalau produk ETF di Indonesia beberapa produk bisa menghasilkan return yang lebih baik dari indeks acuannya. Namun, tidak konsisten kalau produk yang sama akan selalu unggul. Terus, kami lihat beberapa MI masih fokus pada pengelolaan yang konvensional.”
Selain itu, peluang terus tumbuh juga ditopang oleh semakin bertambahnya produk dan indeks acuan yang tidak hanya terbatas pada indeks saham tertentu saja, tetapi tapi juga dapat berupa indeks sektoral seperti ETF yang dirilis oleh Indo Premier.
Berdasarkan catatan PT Indo Premier Investment Management, perusahaan mencatat dana kelolaan (Asset Under Management/AUM) total lima produk ETF miliknya per awal September 2014 telah mencapai sekitar Rp980 miliar.
Angka tersebut meningkat 3.820%, mengingat posisi dana kelolaan pada Agustus 2011 yang hanya sebesar Rp25 miliar.
Bahkan, akhir pekan lalu Indo Premier kembali meluncurkan satu produk baru ETF. Dengan demikian, total produk ETF Indo Premier berjumlah enam produk. Direktur Utama Indo Premier Investment Management (PIM) John D. Item mengatakan Reksa Dana Premier ETF SRI-KEHATI (XISR) merupakan reksa dana ETF ke-6 yang telah diluncurkan oleh PIM.
Adapun reksa dana ini memiliki komposisi portofolio saham-saham yang terdaftar pada Indeks SRI-KEHATI. PIM bekerja sama dengan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati) selaku pemilik dari Indeks SRI-KEHATI.
Indo Premier menargetkan dana kelolaan Premier ETF Sri-Kehati ini sekitar Rp100 miliar hingga akhir tahun ini atau sekitar 10% dari total target dana kelolaan reksa dana ETF yang diperkirakan mencapai Rp1 triliun. Sedangkan untuk total dana kelolaan Indo Premier secara keseluruhan tahun ini dipatok sekitar Rp2 trilliun.
"Masih kecil ya kalau kontibusi untuk tahun ini karena baru saja mulai, paling tidak 10%," kata John.
Selain tu, Indo Premier juga akan mengeluarkan ETF keuangan yang akan diluncurkan pada Oktober. Sebelumnya pada 6 Maret 2014, Indo Premier juga telah meluncurkan ETF baru, yaitu Premier ETF SMinfra18.
Adapun empat produk IPIM terdahulu adalah Premier ETF LQ45 (R-LQ45X), Premier ETF IDX30 (XIIT), Premier ETF Syariah JII (XIJI), dan Premier ETF Indonesia Consumer (XIIC).
Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Ito Warsito mengatakan produk ETF diluncurkan pertama kali di Indonesia pada 2007, yaitu Premier ETF LQ-45 dan Bahana ABF Bond Index. Lalu dua produk ETF ini sempat mengalami mati suri cukup panjang karena kurangnya sosialisasi mengenai ETF.
Kemudian pada akhir 2011, ETF kembali bangkit dan sosialisasi mengenai ETF mulai digencarkan. Selain dana kelolaan yang meningkat, jumlah pengguna ETF juga meningkat. “Sekarang hidup lagi, prospek sangat besar. Kelebihan ETF, investor kalau butuh yang bisa langsung jual, beda dengan konvensional yang harus datang ke manajer investasi,” jelas Ito akhir pekan lalu.
Menurutnya, manajer investasi yang melirik untuk mengelola produk ETF memang masih sedikit. “Mengelola ETF itu perlu keahlian tertentu, tidak semua perusahaan punya keahlian.”