Bisnis.com, JAKARTA – Pengusaha hanya berharap nilai tukar rupiah stabil setelah pekan lalu sempat menembus level Rp12.000 per dolar Amerika Serikat bersamaan adanya kerekan proyeksi suku bunga acuan the Federal Reserve.
CEO Bosowa Corporation Erwin Aksa mengatakan pengusaha tidak terlalu mempermasalahkan berapa pun nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing khususnya dolar AS asalkan fluktuasinya tidak terlalu cepat dan besar.
“Yang paling penting stabilitas agar kita bisa bikin planning khususnya harga baku dan energinya,” ujarnya.
Menurutnya, fluktuasi yang bergerak cepat dan besar terhadap nilai tukar membuat pengusaha tidak bisa menentukan secara pasti harga produknya di tangan konsumen apalagi jika produknya berasal dari impor.
Seperti diketahui, sejak pertengahan Juli, kurs tengah rupiah yang dipatok Bank Indonesia mengalami fluktuasi dan cenderung menunjukkan tren pelemahan. Kurs tengah rupiah (23/7) sempat menguat pada level Rp11.498 terhadap dolar AS. Sayangya, penguatan hanya sementara dan mengalami fluktuasi hingga akhirnya Kamis (18/9/2014) berada pada level Rp12.030 dan Jumat (19/9) menguat tipis Rp11.985 per dolar AS.
Untuk kebutuhan energi, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan Koperasi ini mengatakan seharusnya penjualan batu bara juga dilakukan dengan rupiah bukan dolar sehingga turut membantu memperkuat nilai tukar rupiah.
Erwin mengatakan, “Selama ini kan di antara para pengusaha juga pakai dolar belinya. Seharusnya ada arahan dari pemerintah.”
Menurutnya, pelemahan rupiah saat ini sebenarnya dilematis. Kondisi tersebut, lanjut dia, sebanarnya bisa memacu ekspor. Sayangnya, harga beberapa komoditas saat ini turun dan diikuti beberapa permintaan global yang juga turun menyebabkan pelemahan rupiah tak mampu mendongkrak ekpor sepeti CPO dan batu bara.