Bisnis.com, JAKARTA — Setelah data inflasi dan neraca perdagangan Indonesia dirilis, ternyata pergerakan indeks harga saham gabungan makin melemah dan semakin jauh meninggalkan level 4.500.
Badan Pusat Statistik (BPS) pagi ini mengumumkan laju inflasi Oktober sebesar 0,09%, lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun-tahun sebelumnya.
Sementara itu, neraca perdagangan Indonesia kembali defisit US$657,2 juta pada September, setelah sempat surplus bulan sebelumnya. Adapun secara kumulatif, Januari-September defisit tercatat US$6,26 miliar.
Kepala Riset Trust Securities Reza Priyambada mengatakan tekanan yang terjadi pada indeks lebih dipengaruhi oleh sentimen negatif dari global yakni kepastian stimulus AS.
Untuk dalam negeri, lanjut dia, sebenarnya data sudah cukup baik. Hanya saja kembali mengalami defisit pada September yang ikut menjadi sentimen negatif pergerakan bursa saham hari ini.
“Nilai inflasi sebenarnya juga di bawah estimasi, tetapi tertutupi dengan neraca perdagangan yang kembali defisit. Selain itu, sentimen utama yang masih mempengaruhi pergerakan saham adalah dari bursa global yang juga ikut tertekan,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (1/11/2013).
Dia memprediksikan hingga akhir perdagangan hari ini, tekanan jual masih akan mendominasi, meskipun diharapkan sedikit berkurang mendekati penutupan.
“Hari ini kami perkirakan indeks akan berada pada level 4.438-4.445 untuk support dan 4.507-4.520 untuk resistance,” tambahnya.
Sementara itu, untuk pergerakan rupiah juga masih tertekan melihat neraca perdagangan Indonesia yang masih defisit dan tertekan sentimen global.
“Rupiah juga kelihatannya masih akan tertekan. Untuk di pasar spot, kita harapkan rupiah tidak melebihi level Rp11.360 per dolar AS,” tuturnya.
Berdasarkan data Bloomberg Dollar Index, rupiah melemah 0,67% ke Rp11.350 per dolar AS pada pukul 13.50 WIB. Adapun IHSG terpantau merosot 1,12% ke 4.459,96 pada pukul 14.02 WIB.