Bisnis.com, JAKARTA - Meskipun rerata volume perdagangan obligasi korporasi di pasar sekunder meningkat seiring melonjaknya jumlah emisi sepanjang 5 bulan pertama tahun ini, frekuensi transaksi justru menurun.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperlihatkan total volume perdagangan obligasi korporasi pada Januari - Mei 2013 mencapai Rp76,7 triliun, sementara pada periode sama tahun lalu tercatat hanya senilai Rp69,6 triliun.
Adapun, rerata volume transaksi obligasi korporasi pada 5 bulan pertama tahun ini mencapai Rp15,3 triliun, meningkat 10,2% dibandingkan dengan realisasi pada periode sama tahun lalu senilai Rp13,9 triliun.
Sementara itu, rerata frekuensi transaksi sepanjang Januari-Mei 2013 tercatat sebanyak 10.004 kali, turun 15% dibandingkan dengan pencapaian pada periode sama 2012 yakni sebanyak 11.783 kali transaksi.
Budi Susanto, Head of Debt Research PT Danareksa Sekuritas mengatakan kenaikan volume perdagangan di pasar sekunder merupakan konsekuensi dari peningkatan outstanding obligasi korporasi.
“Investor mulai melirik corporate bonds sejak awal tahun karena yield surat utang negara yang sudah rendah sekali. Pilihannya juga lebih banyak karena banyak penerbitan baru,” katanya, Rabu (17/7/2013).
Dia menjelaskan kenaikan volume transaksi itu juga disebabkan investor besar yang sebelumnya berinvestasi di surat utang pemerintah, mulai masuk dan melakukan transaksi dengan nilai yang tinggi.
Investor besar itu mencoba mencari return lebih tinggi dengan masuk ke obligasi korporasi. Namun, sejak rupiah mulai melemah dan diikuti isu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada April, likuiditas di obligasi korporasi semakin berkurang.
“Kalau dibandingkan dengan periode sama tahun lalu, likuiditas di pasar sekarang sedikit lebih rendah. Gonjang-ganjing sentimen domestiknya lebih tinggi,” katanya.