Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar Rupiah terus melemah terhadap dolar AS dengan melampaui level psikologis Rp10.000/US$. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya antara lain perlambatan pertumbuhan ekonomi China yang meredupkan prospek ekspor yang berpotensi memicu defisit neraca perdagangan negeri Tirai Bambu.
Lana Soelistianingsih, ekonom Samuel Sekuritas mengatakan, rupiah tidak melemah sendirian pada kali ini, karena mata uang regional pun mayoritas lemah terhadap dolar AS.
“Sebenarnya depresiasi rupiah secara year to date paling rendah dibandingkan mata uang Asia yang lain. Namun karena pelemahannya yang melewati level psikologis, Rp10.000, maka hal itu mengkhawatirkan,” ujarnya pada Bisnis, Senin (15/7/2013).
Menurutnya, perlambatan ekonomi China membuat negara-negara yang melakukan ekspor ke negara tersebut mengalami penurunan permintaan. Hal itu membuat harga barang turun dan berdampak ke mata uang masing-masing negara.
“Di sisi BI sendiri, setelah menaikkan suku bunga sebesar 0,5%, maka tampaknya mereka menahan diri untuk kembali melakukan intervensi,” tuturnya.
Ariston Tjendra, Kepala Riset PT Monex Investindo Futures mengatakan, BI tampak lepas tangan setelah menaikkan suku bunga pada minggu lalu. Menurutnya, intervensi yang berlebihan malah bisa membahayakan rupiah.
“Menurut saya rupiah masih akan melemah karena pasar masih meraba besaran inflasi Juli setelah penaikan BBM. Kisaran pelemahan berada di Rp10.000 hingga Rp10.100 per dolar AS,” tututnya. (46/yus)