Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah kembali mengalami penurunan untuk empat pekan berturut karena adanya kekhawatiran semakin menguatnya perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang dapat memengaruhi jumlah permintaan.
Perdagangan berjangka minyak mentah di New York mengalami penurunan hingga 1,3% pada penutupan perdagangan Jumat (27/7). Kekhawatiran akan kelanjutan perang dagang global telah meberikan tekanan pada sentimen sejumlah investor.
Tekanan tersebut juga ditambah lagi oleh pernyataan Kepala Federal Reserve AS Jerome Powell pada awal bulan ini yang mengatakan bahwa rintangan pada sektor perdagangan akan memberikan ancaman pada pertumbuhan produktivitas dan pendapatan.
Sementara itu, Pimpinan BalckRock Inc. Larry Fink menuturkan bahwa ketegangan perang dagang yang semakin menguat akan memacu pelemahan pada pasar global.
“Kami melihat ada kekhawatiran terkait dengan pertumbuhan permintaan dan ketakuran akan apa yang akan terjadi pada waktu mendatang tentang masalah perdagangan global,” kata Gene McGillian, Manajer Riset Pasar Tradition Energy, dilansir dari Bloomberg, Minggu (29/7/2018).
“Saat ini, dengan ketidakpastian dari pemerintah AS dan peraturan perdagangannya, membuat pertumbuhan permintaan menjadi sorotan utama dari para investor,” lanjut McGillian.
Harga minyak mentah patokan di AS mengalami penurunan terbesar selama sebulan terakhir dalam dua tahun karena adanya perang dagang antara AS dan China dan belum menunjukkan ada tanda-tanda akan berdamai, bahkan setelah Presiden AS Donald Trump mendeklarasikan perdamainan dengan Uni Eropa.
Sementara itu, data dari Baker Huges pada Jumat (27/7) juga menunjukkan bahwa jumlah rig AS kembali naik untuk pertama kalinya dalam tiga pekan. Para investor juga tengah menantikan seberapa besar kenaikan produksi yang akan dihasilkan oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC).
Pada penutupan perdagangan Jumat (27/7), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) tercatat memerah dengan penurunan sebesar 0,92 poin atau 1,32% menjadi US$68,69 per barel dan naik 13,69% selama tahun berjalan.
Adapun, harga minyak Brent Futures turut mengalami penurunan tipis hingg 0,25 poin atau 0,34% menjadi US$74,29 per barel dan mencatatkan kenaikan harga sebesar 11,10% yang tercatat secara year-to-date (ytd).
Sebelumnya, harga minyak sempat rebound pada pekan lalu setelah dua kapal milik Arab Saudi yang tengah melakukan pengiriman dengan Saudi National Shipping Co., masing-masing bermuatan 2 juta barel minyak mentah, diserang oleh anggota militant Houthi asal Yaman.
Jalur Bab Al-Mandeb, yang berlokasi di lepas pantai Yaman, Djibouti, dan Eritrea, merupakan penghubung Laut Merah dan Laut Arab, dan merupakan jalur air terbesar bagi pengiriman minyak mentah dan produk minyak lainnya.
Pembicaraan terkait dengan perang dagang mendominasi diskusi negara anggota Group of 20 (G20) yang dilaksanakan pada pekan lalu setelah Trump diprediksi tengah mempersiapkan tambahan tarif pada barang konsumsi China senilai US$500 miliar.
Para Menteri Keuangan dan Pimpinan Bank Central negara-negara G20 memperingatkan akan adanya risiko termasuk pelemahan finansial karena pertumbuhan strukturalnya yang melemah.