Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Permintaan Seng 2018 Diproyeksi Tumbuh

Pertumbuhan permintaan logam seng global diperkirakan meningkat 2,5% pada 2018 dari sebelumnya sebesar 0,7%, sehingga memicu terjadinya defisit pasokan sebesar 223.000 ton.
Seng. /sciencemadness.wikia.com
Seng. /sciencemadness.wikia.com

Bisnis.com, JAKARTA--Pertumbuhan permintaan logam seng global diperkirakan meningkat 2,5% pada 2018 dari sebelumnya sebesar 0,7%, sehingga memicu terjadinya defisit pasokan sebesar 223.000 ton.

Pada penutupan perdagangan Jumat (3/11) harga seng di London Metal Exchange (LME) turun 39 poin atau 1,20% menuju US$3.219 per ton. Sepanjang 2017, harga bertumbuh 24,96%.

Tahun lalu, bahan pelapis anti karat ini melonjak 57,84% dan ditutup di level US$2.576 per ton pada 30 Desember 2016.

International Lead and Zinc Study Group (ILZSG) dalam laporannya, menyampaikan pertumbuhan permintaan seng global pada 2018 diperkirakan meningkat menjadi 2,5% year on year (yoy) dari tahun ini sebesar 0,7% yoy. Sejumlah wilayah utama yang menopang sisi permintaan ialah Amerika Serikat, Eropa, dan China.

"Total konsumsi pada tahun depan diperkirakan mencapai 14,28 juta ton dari tahun ini sejumlah 13,93 juta ton," papar laporan ILZSG yang dikutip Bisnis, Minggu (5/11).

Pertumbuhan permintaan yang paling besar ditunjukkan Amerika Serikat sebesar 12,2% yoy pada 2017 dan 2% pada 2018. Peningkatan konsumsi Paman Sam terjadi setelah pada 2016 lalu sempat mengalami kejatuhan.

Permintaan di Eropa meningkat moderat 0,4% yoy pada 2017 yang terutama ditopang oleh penyerapan Belgia dan Rusia. Pertumbuhan konsumsi kedua negara tersebut mengimbangi berkurangnya permintaan di Prancis dan Jerman.

Pada 2018, konsumsi seng di kawasan Benua Biru dapat meningkat 2,8% yoy. Jika benar terealisasi, volume permintaan tersebut akan mencapai level tertingginya sejak 2011.

Di China, perlambatan produksi seng olahan (refined) akibat kebijakan pemerintah membuat permintaan turun 1,8% yoy pada 2017. Namun, pada tahun depan permintaan Negeri Panda dapat meningkat 3% yoy seiring dengan peningkatan kebutuhan galvanisasi baja.

Sementara itu, produksi penambangan seng global pada 2018 diprediksi meningkat signifikan sebesar 6% yoy menjadi 13,78 juta ton, dari tahun sebelumnya yang bertumbuh 1,8% menuju 13 juta ton. Volume pasokan baru mengalami tren meningkat sejak 2016.

Kenaikan produksi dipicu pasokan baru yang lebih tinggi dari tambang Bisha di Eritrea, tambang bawah tanah Rampura Agucha di India, dan tambang Antamina di Peru. Selain itu, pada 2018 produksi Australia akan semakin meningkat akibat pembukaan tambang Dugald River milik MMG.

Di Afrika Selatan, Vedanta akan mengoperasikan tambang Gamsberg pada semester I/2018. Sejumlah negara lain yang diperkirakan mengalami peningkatan produksi seng pada tahun depan ialah Finlandia, Yunani, Kuba, AS, dan China.

Adapun produksi seng olahan global pada 2018 diperkirakan meningkat 3,9% yoy menjadi 14,06 juta ton dari 2017 yang menurun 1,4% yoy menuju 13,53 juta ton. Kenaikan pasokan pada tahun depan terutama ditopang oleh suplai dari Australia, Belgia, Norwegia, Kanada, China, dan Korea Selatan.

Perlambatan pertumbuhan produksi seng olahan pada 2017 disebabkan menurunnya pasokan dari Kanada, China, Peru, Korea Selatan, dan Thailand. Namun, pada tahun ini terjadi pemulihan produksi yang signifikan di India.

Secara keseluruhan, ILZSG menyimpulkan pasar seng olahan global pada 2018 mengalami defisit sebesar 223.000 ton, turun dari defisit 2017 sejumlah 398.000 ton.

"Proyeksi defisit pasokan pada 2017 dinaikkan dari perkiraan sebelumnya sebesar 226.000 ton pada 2017. Adapun pada 2016, defisit mencapai 145.000 ton," papar ILZSG.

Dalam laporan berbeda, lembaga yang dibentuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1959 ini menyebutkan, pada 8 bulan pertama 2017 defisit pasar seng global mencapai 287.000 ton dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sejumlah 221.000 ton.

Pada periode Januari-Agustus 2017, produksi tambang meningkat 3,9%yoy menjadi 8,63 juta ton. Namun, pasokan baru seng olahan menurun 0,1% yoy menuju 8,94 juta ton. Adapun volume konsumsi naik 0,6% yoy menjadi 9,23 juta ton.

Menurut laporan Bank Dunia, harga logam yang digunakan dalam proses pembuatan baja ini akan meningkat 3,45% yoy menuju US$3.000 per ton pada 2018 dari sebelumnya US$2.900 per ton.

Pada tahun ini, pertumbuhan rerata harga seng paling tinggi di antara logam industri lainnya, yakni sebesar 38,75% yoy dari posisi 2016 senilai US$2.090 per ton.

Macquarie Group memprediksi rerata harga seng dapat meningkat menuju US$3.050 per ton pada tahun depan akibat defisit pasar. Harga diperkirakan mencapai puncaknya di level US$3.350-US$3.400 per ton pada paruh pertama 2018.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper