Bisnis.com, JAKARTA — Penguatan nilai tukar rupiah berlanjut pada akhir perdagangan hari kedua berturut-turut, Selasa (22/8/2017), di tengah apresiasi mayoritas mata uang Asia.
Rupiah ditutup menguat 0,05% atau 7 poin di Rp13.344 per dolar AS, setelah dibuka dengan pergerakan yang sama.
Adapun pada perdagangan Senin (21/8), rupiah ditutup menguat 0,08% atau 11 poin di posisi 13.351 per dolar AS.
Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak di kisaran Rp13.327 – Rp13.349 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah berakhir menguat terhadap dolar AS pada perdagangan hari ini di saat mayoritas mata uang lainnya di Asia terpantau terapresiasi.
Won Korea Selatan dan peso Filipina yang masing-masing terapresiasi 0,45% dan 0,39% memimpin penguatan kurs di Asia. Di sisi lain, yen Jepang dan dolar Singapura masing-masing terpantau terdepresiasi 0,27% dan 0,14%.
Baca Juga
Won menguat bersama mayoritas mata uang Asia lainnya terhadap dolar AS saat investor menantikan pidato Gubernur The Fed Janet Yellen dan Gubernur European Central Bank (ECB) Mario Draghi dalam pertemuan di Jackson Hole menjelang akhir pekan ini.
“Pergerakan dalam kisaran saat ini cenderung berlanjut sampai ada katalis yang lebih kuat. Pasar menantikan pertemuan di Jackson Hole untuk mendapatkan potensi katalisator,” kata Sim Moh Siong, pakar strategi mata uang di Bank of Singapore, seperti dikutip Bloomberg.
Sementara itu, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama hari ini terpantau menguat 0,43% atau 0,400 poin ke 93,495 pada pukul 16.46 WIB.
Sebelumnya indeks dolar dibuka turun tipis 0,01% atau 0,011 poin di level 93,084, setelah pada perdagangan Senin (21/8) berakhir melemah 0,36% di posisi 93,095.
Stephen Innes, kepala perdagangan Asia Pasifik di OANDA mengatakan jika pidato Yellen meningkatkan ekspektasi pasar bahwa Fed akan menaikkan suku bunga pada bulan Desember, hal ini akan membuat investor menurunkan ekspektasi bearish-nya dan memberikan dorongan terhadap greenback.
“Ini (konferensi Jackson Hole) bisa menjadi pijakan terhadap dolar AS,” kata Innes, seperti dikutip Rueters.