Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ADHI & WIKA Raih Rp8,5 Triliun

Dua korporasi konstruksi dan investasi milik negara segera mendapatkan dana segar, baik itu melalui emisi obligasi maupun pinjaman sindikasi, senilai total Rp8,5 triliun.
PT Adhi Karya/Bisnis.com
PT Adhi Karya/Bisnis.com

JAKARTA — Dua korporasi konstruksi dan investasi milik negara segera mendapatkan dana segar, baik itu melalui emisi obligasi maupun pinjaman sindikasi, senilai total Rp8,5 triliun.

Kedua perusahaan itu adalah PT Adhi Karya (Persero) Tbk. yang berencana menawarkan obligasi Rp3,5 triliun pada semester I/2017 dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. yang segera melakukan finalisasi pinjaman sindikasi Rp5 triliun.

Direktur Keuangan Adhi Karya Harris Gunawan mengatakan bahwa penerbitan obligasi Rp3,5 triliun itu merupakan bagian dari penawaran umum berkelanjutan (PUB) yang nilainya mencapai Rp5 triliun.

“Untuk tahun ini rencananya Rp3,5 triliun, targetnya semester I, sisanya tahun depan Rp1,5 triliun,” katanya ketika dihubungi Bisnis, Rabu (7/3).

Seperti diketahui, emiten berkode saham ADHI itu memiliki obligasi jatuh tempo senilai Rp375 miliar serta sukuk mudharabah jatuh tempo senilai Rp125 miliar pada 3 Juli 2017 yang diterbitkan pada 2012.

Sebagai pengingat, Adhi Karya terakhir kali menerbitkan obligasi konvensional bermata uang rupiah serta sukuk mudharabah pada 2012-2013 dan tidak menerbitkan obligasi dalam kurun 2014-2016.

Pada 2013, perusahaan menerbitkan obligasi senilai total Rp625 miliar dengan kupon 8,2%-8,5% per tahun serta berperingkat A dari PT Pemeringkat Efek Indonesia dan bakal jatuh tempo pada 2018 serta 2010.

Adapun, perusahaan juga menerbitkan obligasi senilai Rp625 miliar pada 2012 dengan tingkat kupon 9,3%-9,8% per tahun serta berperingkat A dan bakal jatuh tempo pada 2017 serta 2019. Perusahaan juga menerbitkan sukuk mudharabah masing-masing Rp125 miliar pada 2012 dan 2013.

Dana yang diperoleh perusahaan dari penerbitan obligasi itu akan digunakan sebagai salah satu sumber pendanaan ekspansi pada 2017 dan pembayaran utang obligasi jatuh tempo tersebut.

Berdasarkan paparan manajemen sebelumnya, Adhi Karya menargetkan kontrak baru Rp44 triliun pada 2017, di mana sekitar Rp22 triliun-Rp23 triliun di antaranya merupakan kontrak dari proyek LRT dan sisanya berasal dari proyek lain.

Dengan target tersebut, perusahaan membidik penjualan senilai Rp14 triliun pada 2017, atau meningkat 26% dibandingkan dengan Rp11,06 triliun pada 2016. Dari penjualan itu, Adhi Karya menargetkan laba bersih Rp503 miliar pada 2017.

Perusahaan membukukan kinerja keuangan pada 2016 di bawah estimasi sejumlah analis. Berdasarkan data konsensus Bloomberg, pendapatan Adhi Karya diperkirakan mencapai Rp11,94 triliun, laba bersih Rp351,47 miliar, dan laba per saham Rp97,7.

Laporan keuangan perusahaan itu menunjukkan pendapatan yang diperoleh ADHI mencapai Rp11,06 triliun pada 2016, atau meningkat 17,8% dibandingkan dengan Rp9,38 triliun pada 2015.

Sementara itu, laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk tercatat sebesar Rp313,45 miliar pada 2016, atau turun 32% dibandingkan dengan Rp463,68 miliar pada 2015.

PINJAMAN SINDIKASI

Sementara itu, manajemen Wijaya Karya menjelaskan bakal menerima kredit sindikasi senilai Rp5 triliun dari industri perbankan pelat merah dan asing pada pekan depan.

Direktur Keuangan Wijaya Karya Steve Kosasih mengungkapkan bahwa emiten berkode saham WIKA ini telah memasuki tahap akhir dalam penggalangan kredit sindikasi bertenor 3 tahun ini.

Dia mengharapkan agar bunga pinjaman kurang dari 9% per tahun. “Bunga kredit rendah. Kami minta 8% atau di bawah 8%,” ungkapnya, Kamis (9/3).

Dia menilai bunga kredit sindikasi yang diperoleh dari perbankan berpotensi lebih rendah dari kupon obligasi. Menurutnya, kondisi itu akan membuat cost of fund perseroan semakin rendah. Adapun pinjaman sindikasi tersebut akan digunakan untuk membiayai proyek tol di Balikpapan dan Samarinda.

Selain mencari pinjaman sindikasi, WIKA juga menargetkan penerbitan obligasi melalui penawaran umum berkelanjutan (PUB) dengan target minimum Rp5 triliun hingga Rp10 triliun dengan tenor sekurang-kurangnya 5 tahun hingga 10 tahun.

Kosasih mengungkapkan perseroan juga akan masuk dalam pembangunan kawasan ekonomi khusus (KEK) Bitung, yang bersinergi dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara. KEK Bitung membutuhkan investasi lahan sekitar 400 hektare.

Selain itu, WIKA bersama BUMD Sulawesi Utara akan membangun Pelabuhan Bitung. Pelabuhan Bitung akan menjadi pelabuhan paling utara Indonesia, yang berpotensi mempercepat jalur ekspor impor dan dari ke China.

“Nilai proyek masih dihitung, kami baru MoU saja,” ungkap Kosasih.

WIKA tak hanya akan membangun KEK Bitung, tetapi akan ikut serta dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) 2 x100 megawatt (MW) di Bitung dan 2x200 MW di Likupang.

Di sisi lain, WIKA telah memperoleh kontrak baru senilai Rp13,32 triliun hingga Maret 2017, atau telah mencapai 30,8% dari target kontrak baru pada tahun ini yang diperkirakan mencapai Rp43,25 triliun.

Pada 2017, WIKA memproyeksikan laba bersih bagi pemilik entitas induk mencapai Rp1,2 triliun, atau naik 20,45% dibandingkan dengan raihan pada tahun lalu sebesar Rp1,01 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Bisnis Indonesia (10/03/2017)
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper