Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rerata Harga Bijih Besi 2017 Diprediksi U$65

Harga bijih besi diperkirakan melunak dalam jangka panjang seiring dengan penambahan pasokan di pasar dan melambatnya permintaan. Rerata harga 2017 diprediksi senilai US$65.
Seorang pekerja sedang meratakan bijih besi di atas kereta kargo./.Reuters-Danish Siddiqui
Seorang pekerja sedang meratakan bijih besi di atas kereta kargo./.Reuters-Danish Siddiqui

Bisnis.com, JAKARTA--Harga bijih besi diperkirakan melunak dalam jangka panjang seiring dengan penambahan pasokan di pasar dan melambatnya permintaan. Rerata harga 2017 diprediksi senilai US$65.

Pada penutupan perdagangan Selasa (7/2/2017) harga bijih besi untuk kontrak Mei 2017 di bursa Dalian naik 1,4% atau 8,5 poin menjadi 614,5 yuan (US$89,26) per ton. Ini menunjukkan peningkatan 10,82% sepanjang tahun berjalan.

Tahun lalu, bijih besi merupakan salah satu komoditas terpanas dengan lonjakan harga sebesar 84,18% year on year (yoy) menjadi 652 yuan (US$93,95) per ton.

Gavin Wendt, Founding Director and Senior Resource analyst MineLife Pty., menyampaikan reli harga bijih besi ke atas US$90 per ton berpeluang mengalami penurunan sampai akhir 2017. Pasalnya, investor akan berfokus kepada pergeseran pasar ke arah suprlus pasokan.

Harga bisa tetap stabil di level US$70-US$80 per ton, kemudian mengalami pelonggaran bertahap ke arah US$50-US$60 per ton pada pertengahan 2017. Meski pasokan mengalami penambahan, harga tidak akan runtuh terlalu dalam.

Perihal reli harga baru-baru ini, Wendt menyebutkan, pergeseran langkah China membuat produk baja premium membuat perusahaan harus mengimpor bijih besi kualitas lebih tinggi dari Brasil dan Australia.

"Setelah mengejutkan dengan lonjakan harga pada tahun lalu, produsen utama seperti Rio Tinto Group, BHP Billiton Ltd., dan Vale SA akan meningkatkan suplai baru. Alhasil tren harga ke depan bakal menurun," tuturnya seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (22/2/2017).

Di Brasil, Vale akan mengoperasikan proyek S11D, sehingga tingkat produksi bijih besi pada 2017 bisa mencapai 360 juta-380 juta ton, dan pada 2018 sebesar 400 juta ton. Tahun lalu, tingkat produksi menyentuh volume 348,8 juta ton, yang menjadi rekor terbesar sepanjang sejarah perusahaan.

Berdasarkan data Bank Dunia, tingkat produksi bijih besi pada 2015 mencapai 2.006 juta ton. Sementara produksi baja, yang utamanya menggunakan bijih besi sebagai bahan baku, pada waktu yang sama berjumlah 1.620 juta ton.

Bank Dunia menyampaikan, melonjaknya harga bijih besi pada 2016 disebabkan tiga faktor utama, yakni kuatnya permintaan baja di China, pengetatan produksi, dan rendahnya persediaan. Namun, harga sedikit melunak pada awal 2017 karena meningkatnya persediaan China dan pelemahan permintaan secara musiman.

Di sisi lain, produsen utama bijih besi seperti Australia dan Brasil sudah meningkatkan produksi sejak November 2016. Apalagi di Negeri Samba, Vale SA memulai proyek tambang baru.

Proyeksi bertumbuhnya produksi yang tidak seiring dengan penyerapan China membuat harga sempat tertekan. Menurut Bank Dunia, pasar bijih besi terutama ditentukan oleh kekuatan permintaan baja dan produksi di Negeri Panda.

Harga bijih besi masih berpeluang tumbuh 11,3% yoy pada 2017 menjadi US$65 per ton, dari sebelumnya US$58,4 per ton. Adapun pada 2018, harga diprediksi merosot 15,38% yoy menuju US$55 per ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper