Bisnis.com, JAKARTA—Perusahaan farmasi pelat merah PT Kimia Farma (Persero) Tbk. (KAEF) berencana membangun pabrik pengolahan bahan baku garam farmasi senilai Rp25 miliar di Mojokerto, Jawa Timur.
Direktur Riset dan Pengembangan Bisnis Kimia Farma M Wahyuli Syafari menuturkan dalam pembangunan proyek itu, perseroan bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan PT Garam (Persero).
“BPPT sebagai transfer teknologi, sedangkan PT Garam sebagai pemasok garamnya. Ini termasuk sinergi BUMN,” ujarnya, Selasa malam (11/3/2014).
Menurutnya, pabrik berkapasitas 1.500 ton per tahun itu mulai dibangun tahun ini dan diharapkan bisa rampung akhir tahun atau awal tahun depan.
Dengan demikian, pabrik pengolahan bahan baku garam farmasi ini bisa berproduksi awal atau pertengahan 2015. “Nanti kapasitasnya akan ditingkatkan hingga 3.000 ton per tahun,” tuturnya.
Selain untuk kebutuhan konsumsi masyarakat, kata Wahyuli, garam juga dibutuhkan oleh industri farmasi sebagai bahan baku.
Adapun kebutuhan industri farmasi ini diperkirakan mencapai 3.000 ton per tahun. Namun, kebutuhan tersebut masih harus diimpor hingga saat ini mengingat belum ada produsen garam farmasetis di dalam negeri.
Dia mengatakan BPPT telah berhasil mengembangkan teknologi produksi garam farmasetis hingga pada skala pilot.
Garam farmasi termasuk ke dalam salah satu jenis garam industri dengan kadar natrium klorida minimal 99,0% dan berbagai ion pencemar yang masih diperbolehkan seperti yang tercantum dalam Farmakope Indonesia.
Dalam industri obat-obatan, garam farmasi merupakan bahan baku yang banyak digunakan, antara lain sebagai bahan baku sediaan infus, produksi tablet, pelarut vaksin, sirup, oralit, cairan pencuci darah, minuman kesehatan dan lain-lain.
“Bahkan penggunaannya juga merambah bidang kosmetika, seperti natrium klorida farmasetis yang dipakai sebagai salah satu bahan pembuatan sampoo, bahan sabun, dan lain-lain,” tambahnya.