Bisnis.com, JAKARTA – Kontrak gula mentah berjangka terpantau fluktuatif di New York setelah menyentuh level terendah dalam tiga pekan. Adapun, pelaku pasar tengah mempertimbangkan prospek permintaan terhadap rencana ekspor produsen gula terbesar kedua dunia, India.
Berdasarkan data Bloomberg, kontrak berjangka gula paling aktif sempat naik hingga 0,3% di New York setelah sebelumnya turun sebanyak 1,5%. Adapun, harga berjangka gula putih turun 0,2% di London.
Sepanjang pekan ini, harga telah melemah lebih dari 3% karena prospek pasokan global yang membaik, serta potensi India mengizinkan pabrik gula lokal mengekspor gula untuk musim yang dimulai pada Oktober.
Curah hujan India selama periode musim hujan saat ini juga berada di atas rata-rata, yang membantu meningkatkan penanaman.
"Hal ini mendukung prospek positif untuk panen 2025–2026 dan tetap menempatkan tekanan pasokan dalam sorotan global," tulis analis StoneX dalam catatan, dikutip Bloomberg, Kamis (24/7/2025).
Sementara itu, investor juga memantau kemungkinan bahwa pembeli dari negara pengimpor utama seperti China akan memanfaatkan harga yang sedang turun untuk membeli.
Michael McDougall, Analis McDougall Global View, menyebut pembelian tampaknya mulai meningkat di level sekitar 16 sen per pon. Hal ini membuat investor spekulatif rentan terhadap aksi beli kembali atas posisi jual (short covering) jika pasar terus bertahan di atas level tersebut.
Sebelumnya, India kemungkinan akan mengizinkan pabrik-pabrik lokal mengekspor gula pada musim berikutnya yang dimulai Oktober.
Menurut seseorang yang mengetahui hal tersebut, hal ini mencerminkan tanda-tanda awal potensi panen tebu yang melimpah.
"Panen terlihat menjanjikan di sejumlah wilayah produksi utama, didukung oleh perluasan lahan tanam dan curah hujan yang melimpah," ujar sumber tersebut.
Karena konsumsi domestik diperkirakan hanya akan meningkat secara marginal, curah hujan yang terus berada di atas rata-rata selama musim hujan saat ini dapat menyebabkan surplus gula.
Adapun, Juru Bicara Kementerian Pangan India belum memberikan tanggapan atas permintaan komentar.
Langkah dari produsen gula terbesar kedua dunia ini untuk mengizinkan ekspor dapat semakin menekan harga global, mengingat harga berjangka di New York saat ini sudah mendekati level terendah dalam empat tahun terakhir.
India memperkenalkan sistem kuota ekspor pada musim 2022–2023 setelah kondisi kering dan serangan penyakit tanaman menurunkan hasil panen.
Dengan perluasan lahan tebu di negara bagian utama penghasil seperti Maharashtra dan Karnataka, Federasi Nasional Pabrik Gula Koperasi (National Federation of Cooperative Sugar Factories Ltd.) memperkirakan lonjakan produksi sebesar 19% pada musim 2025–2026.
India diperkirakan akan mencari keseimbangan antara mendorong target bahan bakar ramah lingkungan dan menjaga ketersediaan gula di dalam negeri.
India, yang merupakan pemasok utama bagi negara-negara seperti Indonesia, Bangladesh, dan Uni Emirat Arab, telah mengizinkan pabrik untuk mengekspor hingga 1 juta ton gula pada musim tanam tahun ini. Negara tersebut sebelumnya pernah mengekspor dalam jumlah yang jauh lebih besar.