Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Emas Diproyeksi Kian Kinclong saat Dolar AS Tertekan

Harga emas global diproyeksikan akan semakin menanjak seiring dengan tekanan terhadap mata uang dolar AS.
Emas batangan 1 kilogram. / Bloomberg-Christopher Pike
Emas batangan 1 kilogram. / Bloomberg-Christopher Pike

Bisnis.com, JAKARTA – Harga emas global diproyeksikan makin menanjak seiring dengan tekanan terhadap mata uang dolar AS. Selain itu, harga emas kinclong saat meningkatnya spekulasi pemangkasan suku bunga The Fed serta ketidakpastian kebijakan ekonomi AS.

Melansir Reuters, Rabu (12/3/2025), harga emas di pasar spot menguat 1% ke US$2.917,79 per troy ounce, sementara kontrak berjangka emas AS ditutup naik 0,7% ke US$2.920,90 per troy ounce.

Analis Dupoin Indonesia, Andy Nugraha menjelaskan secara teknikal pergerakan harga emas saat ini menunjukkan penguatan tren bullish yang dikonfirmasi oleh kombinasi candlestick dan indikator moving average.

Secara fundamental, kenaikan harga emas saat ini didorong oleh keputusan koalisi Partai Hijau Jerman yang menyetujui kesepakatan belanja sektor pertahanan, yang berdampak pada penguatan mata uang Euro serta pelemahan indeks dolar AS.

"Kondisi ini [pelemahan dolar AS] membuka peluang bagi emas untuk terus menguat sebagai aset safe-haven yang menarik di tengah ketidakpastian global," tulis Andy dalam keterangan tertulis pada Rabu (12/3/2025).

Dengan sentimen pasar yang masih mendukung, proyeksi harga emas pada perdagangan hari ini, Rabu (12/3/2025), berpotensi naik hingga level US$2.929. Namun, jika harga gagal menembus level tersebut dan mengalami pembalikan arah alias reversal, maka emas berisiko turun hingga level support terdekat di US$2.893.

Menurut Andy, tekanan terhadap dolar AS akan semakin meningkat akibat ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga oleh The Fed. CME FedWatch menunjukkan peluang sebesar 95% bahwa The Fed tidak akan mengubah suku bunga acuannya bulan ini.

Sementara, probabilitas pemangkasan suku bunga pada pertemuan Mei 2025 meningkat menjadi 47,8%. Hal ini semakin menekan imbal hasil obligasi AS dan memperlemah dolar AS yang pada gilirannya memberikan keuntungan bagi emas yang tidak memberikan imbal hasil.

Selain itu, ketidakpastian kebijakan ekonomi AS di bawah kepemimpinan Presiden AS Donald Trump menguat. Pernyataan Trump mengenai potensi gangguan ekonomi akibat kebijakan proteksionisnya, termasuk tarif impor baja dan aluminium yang mulai berlaku, turut menambah sentimen risk-off di pasar keuangan global.

Kekhawatiran terhadap resesi AS semakin diperparah dengan tanda-tanda melemahnya pasar tenaga kerja, yang dapat memaksa The Fed untuk melanjutkan siklus pemangkasan suku bunganya pada Juni 2025.

Dari sisi geopolitik, pasar juga turut mencermati pertemuan antara Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy dan Trump yang berakhir dengan ketegangan diplomatik. Kondisi tersebut mengakibatkan AS menghentikan seluruh bantuan militernya kepada Ukraina.

"Investor kini mengantisipasi perkembangan lebih lanjut dari pertemuan antara pejabat AS dan Ukraina yang berpotensi memicu volatilitas lebih lanjut dalam pergerakan harga emas," ujar Andy.

Analis OANDA Zain Vawda juga mengatakan ketidakpastian pasar global terus menopang permintaan terhadap emas sebagai aset safe haven.

"Namun, jika negosiasi antara Rusia dan Ukraina menunjukkan kemajuan, minat terhadap aset berisiko bisa kembali meningkat dan menekan harga emas,” ungkapnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper