Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BEI dan OJK Bicara Prospek Obligasi Korporasi saat IHSG Lesu

Pasar saham Indonesia bergerak lesu pada awal 2025, tetapi pasar surat utang atau obligasi korporasi diproyeksikan kinclong.
Layar menampilkan informasi harga saham di Jakarta, Selasa (28/1/2025). JIBI/Bisnis/Arief Hermawan P
Layar menampilkan informasi harga saham di Jakarta, Selasa (28/1/2025). JIBI/Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Pasar saham Indonesia bergerak lesu pada awal 2025. Di tengah kondisi tersebut, pasar surat utang atau obligasi korporasi diproyeksikan kinclong.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks harga saham gabungan (IHSG) melemah 1,75% pada perdagangan hari ini, Selasa (11/2/2025) ditutup di level 6.531,99. IHSG pun melemah 7,74% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) atau sejak perdagangan perdana 2025.

Pasar saham Indonesia pun masih mencatatkan nilai jual bersih atau net sell asing sebesar Rp469 miliar pada perdagangan hari ini. Sepanjang 2025, pasar saham Indonesia pun mencatatkan net sell asing Rp8,9 triliun.

Sementara, di pasar obligasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat indeks pasar obligasi atau indonesia composite bond index (ICBI) naik 0,77% ytd ke level 395,7 pada akhir bulan lalu atau 31 Januari 2025.

Yield surat berharga negara (SBN) rata-rata turun 1,31 basis poin (bps) secara ytd per akhir Januari 2025 dan investor non-resident mencatatkan nilai beli bersih atau net buy sebesar Rp4,65 triliun ytd.

Untuk pasar obligasi korporasi, investor non-resident mencatatkan net sell sebesar Rp780 miliar ytd.

Direktur Utama BEI Iman Rachman menyatakan pasar surat utang korporasi masih cukup atraktif. "Orang masih tetap butuh pendanaan, tinggal rate-nya saja seperti apa. Ada yang domestik dan dari luar negeri," ujar Iman setelah acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) pada Selasa (11/2/2025).

Adapun, BEI masih meninjau geliat penerbitan obligasi korporasi ke depan seiring dengan lesunya pasar saham, di samping adanya upaya pendanaan lain seperti dengan right issue atau private placement. BEI pun mendorong geliat penerbitan surat utang korporasi seperti dengan proses penyederhanaan.

Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi mengatakan prospek penerbitan surat utang korporasi dipengaruhi oleh yield obligasi lainnya seperti SBN serta Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

OJK mencatat, pada 2024, penghimpunan dana di pasar modal mencapai Rp259,24 triliun, termasuk dari penerbitan obligasi.

Adapun, pada tahun ini, pasar modal Indonesia ditarget bisa menghimpunan dana sebesar Rp220 triliun.

OJK menilai pasar modal Indonesia tahun ini akan menghadapi tantangan. "Memang secara global masih uncertainty," ujarnya.

Di sisi lain, OJK mencatat berdasarkan pipeline, terdapat delapan rencana penerbitan efek bersifat utang dan sukuk (EBUS) dengan nilai mencapai Rp10,76 triliun pada tahun ini.

Kepala Divisi Riset Ekonomi PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), Suhindarto mengatakan penerbitan surat utang korporasi pada 2025 berpeluang ramai terdorong sejumlah faktor.

"Kebutuhan refinancing diperkirakan masih tinggi seiring dengan nilai surat utang jatuh tempo yang masih besar Rp161,21 triliun pasca tingginya penerbitan bertenor pendek pada 2024," katanya dalam Konferensi Pers Pefindo, pada Selasa (11/2/2025).

Peluang penerbitan surat utang juga datang dari aktivitas sektor riil yang diperkirakan relatif menguat. Suhindarto menambahkan bahwa pertumbuhan ekonomi diperkirakan terdorong oleh kebijakan pemerintah yang lebih ekspansif, dengan inflasi yang diperkirakan masih terkendali.

Selain itu, peluang juga datang dari suku bunga acuan yang lebih rendah sejalan dengan ekspektasi berlanjutnya pelonggaran kebijakan moneter.

Selanjutnya, likuiditas lembaga keuangan yang semakin ketat dan potensi pertumbuhan permintaan bisnis mendorong perusahaan mencari alternatif dana dengan tenor lebih panjang daripada pinjaman perbankan, seperti obligasi korporasi, untuk mendukung asset-liability keuangan.

Kemudian, dia mengungkap bahwa premi juga diperkirakan relatif melandai, seiring dengan leverage keuangan yang membaik akibat suku bunga yang relatif lebih rendah.

Sejumlah emiten pun tengah ancang-ancang menerbitkan surat utangnya pada tahun ini. Emiten pertambangan PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA) misalnya berencana melakukan penerbitan obligasi berkelanjutan V tahap II tahun 2025 sebesar Rp2,8 triliun.

Lalu, anak usaha PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC), PT Medco Power Indonesia telah menawarkan sukuk wakalah berkelanjutan I Medco Power Indonesia Tahap IV Tahun 2025 dengan total dana sebanyak-banyaknya sebesar Rp1,15 triliun.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper