Bisnis.com, JAKARTA – Unilever Plc, induk usaha PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR), bersiap merilis laporan keuangan 2024 pada pekan depan.
Berdasarkan laporan resmi perusahaan, Unilever Plc bakal menyampaikan hasil kinerja keuangan pada 13 Februari 2025. Pada tanggal yang sama, Unilever Indonesia juga mengagendakan paparan kinerja tahun 2024 secara virtual.
Jelang pengumuman tersebut, manajemen Unilever Plc telah merilis dokumen yang memberikan gambaran umum terkait ekspektasi kinerja keuangan pada 2024.
Melansir dokumen bertajuk Laporan Pra-Penutupan Unilever Kuartal IV/2024, manajemen mengungkapkan kinerja penjualan atau underlying sales growth (USG) sepanjang 2024 diproyeksikan tumbuh di kisaran 3% hingga 5%.
Sementara itu, underlying operating margin (UOM) pada tahun lalu diperkirakan mencapai setidaknya 18% dengan peningkatan investasi pada merek-merek utama.
Laporan Unilever juga menyebutkan dampak valuta asing diprediksi mengurangi total pendapatan hingga 1,5% dan berdampak 20 basis poin pada margin operasional.
Baca Juga
“Selain itu, belanja modal [capital expenditure/capex] diperkirakan sekitar 3% dari pendapatan, biaya restrukturisasi sekitar 1,2%, dan biaya keuangan bersih sekitar 3% dari rata-rata utang bersih,” tulis laporan tersebut dikutip Jumat (7/2/2025).
Di sisi lain, berdasarkan hasil kinerja di beberapa wilayah hingga kuartal III/2024, manajemen induk usaha UNVR ini memberikan catatan untuk pasar Indonesia.
Dokumen Unilever Plc menyatakan bahwa khusus di Indonesia, perusahaan telah mengambil sejumlah langkah strategis untuk mengatasi masalah lama, termasuk menstabilkan harga dan mengoptimalkan stok di ritel.
“Dampak positif dari strategi ini diharapkan terlihat pada paruh kedua 2025.”
Terkait kinerja periode Januari-September 2024, Unilever Indonesia membukukan laba sebesar Rp3 triliun atau turun sebesar 28,15% dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya yang mencetak laba Rp4,18 triliun.
Dari sisi topline, Unilever Indonesia membukukan penjualan bersih senilai Rp27,41 triliun. Perolehan itu terkoreksi 10,12% dari posisi Rp30,5 triliun pada 2023.
Kinerja tersebut dikontribusi oleh penjualan segmen dalam negeri yang meraih Rp26,63 triliun atau melemah 9,89% year on year (YoY). Adapun penjualan ekspor mencatatkan koreksi 17,45% secara tahunan menjadi Rp785,7 miliar.
Secara rinci, penjualan Unilever ditopang segmen produk kebutuhan rumah tangga dan perawatan tubuh dengan total Rp17,59 triliun, yang berasal dari penjualan dalam negeri senilai Rp16,97 triliun dan ekspor Rp619,99 miliar.
Sementara itu, segmen makanan dan minuman meraih total penjualan Rp9,82 triliun pada kuartal III/2024. Dari jumlah itu, penjualan di dalam negeri berkontribusi Rp9,65 triliun, sedangkan pasar ekspor menyumbang Rp165,71 miliar.
Emiten fast moving consumer goods ini turut membukukan harga pokok penjualan Rp14,13 triliun atau melemah 7,19% YoY. Hal tersebut membuat laba kotor UNVR mencapai Rp13,28 triliun per kuartal III/2024, turun 13,05% YoY.
Setelah diakumulasikan dengan pendapatan dan beban lainnya, Unilever Indonesia menorehkan laba sebesar Rp3 triliun atau turun 28,15% secara tahunan. Ebitda juga tergerus 25,70% menjadi Rp4,58 triliun hingga akhir September.
Dari sisi neraca keuangan, UNVR membukukan total aset Rp16,54 triliun hingga akhir September 2024 atau menguap 0,72% year to date (YtD). Liabilitas juga turun 1,32% YtD menjadi Rp13,10 triliun, sedangkan ekuitas tumbuh 1,62% YtD ke Rp3,43 triliun.
Arus kas setara kas perseroan pada akhir periode September 2024 tercatat mencapai Rp539,63 miliar, atau turun 68,60% tahunan dari posisi sebelumnya Rp1,71 triliun.
UNVR LEPAS BISNIS ES KRIM
Sebelumnya, UNVR telah menggelar rapat umum pemegang saham luar biasa dan independen di Hotel Mulia, Jakarta, Selasa (14/1/2025). Rapat membahas dua usulan utama, yakni perubahan pengurus dan persetujuan divestasi bisnis es krim.
Pemegang saham sepakat atas seluruh usulan, dengan resmi mengangkat 3 direktur baru perusahaan dan memberikan lampu hijau terhadap rencana penjualan bisnis es krim kepada PT The Magnum Ice Cream Indonesia senilai Rp7 triliun.
Terkait dengan divestasi bisnis es krim, Investment Analyst Lead Stockbit Edi Chandren menilai bahwa keputusan itu merupakan langkah positif di tengah berbagai tantangan yang sedang dihadapi oleh perseroan.
Menurutnya, divestasi bisnis akan membuat UNVR menjadi lebih fokus dalam menjalankan bisnis. Adapun, valuasi transaksi juga dinilai premium, mengingat kinerja bisnis yang dihasilkan mencatatkan pertumbuhan negatif.
“Divestasi ini dapat membuat UNVR menjadi lebih fokus menjalankan bisnisnya dan berpotensi terdapat ruang efisiensi, terutama mengingat tren kinerja perseroan yang kurang baik belakangan ini,” ucap Edi beberapa waktu lalu.
Nilai divestasi bisnis es krim UNVR yang mencapai Rp7 triliun, mencakup aset tetap dengan nilai pasar Rp2,55 triliun, serta nilai buku bersih dan persediaan hingga akhir September 2024 masing-masing Rp1,99 triliun dan Rp172,79 miliar.
Bisnis es krim juga tercatat hanya mewakili 9,5% dari total pendapatan UNVR pada 2023. Di samping itu, bisnis tersebut mengalami penurunan selama periode 2019 – 2023 dengan tingkat pertumbuhan majemuk (CAGR) minus sebesar 2%.
Manajemen Unilever Indonesia mencatat profitabilitas es krim juga terus menurun selama 5 tahun terakhir, dari margin laba bersih sebesar 11,1% pada 2019 menjadi 7,2% per 2023. Penurunan ini disebabkan oleh erosi margin kotor.
Kondisi tersebut lantas menggerus pangsa pasar bisnis es krim UNVR. Meski masih menjadi pemimpin pasar, market share perusahaan sudah turun dari 69,2% pada 2019 menjadi 61,9% pada tahun berjalan hingga September 2024.
Di samping itu, es krim merupakan bisnis yang membutuhkan moal tinggi dengan belanja modal sekitar 8% dari penjualan selama lima tahun terakhir. Porsi ini lebih tinggi dari capex UNVR yang hanya sekitar 3%.
Presiden Direktur Unilever Indonesia Benjie Yap menyampaikan bahwa dalam jangka pendek, divestasi bisnis es krim perseroan diharapkan memberikan manfaat langsung kepada para pemegang saham. Sebab, perseroan berencana untuk mendistribusikan hasil penjualan sebagai dividen tunai pada saat transaksi selesai.
“Selain itu, transaksi ini diharapkan dapat memperkuat posisi kas perseroan dan mengurangi ketergantungan terhadap pendanaan eksternal,” kata Benjie.
General Manager Ice Cream Indonesia, Amaryllis Esti Wijono, menambahkan bahwa keputusan tersebut akan membuka babak baru bagi perusahaan untuk dapat meningkatkan fokus pada industri es krim di Indonesia.
“Kami berada di posisi tepat untuk memanfaatkan peluang pertumbuhan yang signifikan di sektor yang dinamis ini,” ujar Amaryllis.