Bisnis.com, JAKARTA – Komoditas tembaga menjadi topik pembicaraan utama pada peserta dalam agenda komunitas logam dunia, LME Week 2024, yang digelar di London, Inggris, 30 September – 4 Oktober 2024.
LME Week diselenggarakan oleh London Metal Exchange (LME), yang mengumpulkan produsen, konsumen, hingga trader logam global untuk membahas tren pasar logam dan prospeknya di tahun mendatang.
Melansir Mining.com, Selasa (1/10/2024), tembaga meraih 46% suara dalam jajak pendapat informal di Seminar LME mengenai logam dasar mana yang kemungkinan besar akan mengalami kenaikan, sedikit lebih rendah dari tahun lalu sebesar 53%.
Jajak pendapat ini dilakukan setelah sejumlah analis mempresentasikan tren dan proyeksi mereka terhadap masing-masing enam logam dasar yang diperdagangkan di LME, ditambah baja.
Timah berada di posisi kedua pada 36%, juga mengulangi posisi tahun lalu, naik dari level 23% tahun lalu.
Sejauh ini, timah yang diperdagangkan di LME merupakan logam dengan kinerja terbaik sepanjang tahun ini. Harga timah melonjak 31% sejak awal tahun, lebih tinggi dari seng dan tembaga di posisi kedua dan ketiga, masing-masing 17% dan 16%.
Baca Juga
Tom Langston dari Asosiasi Timah Internasional mengatakan pasar timah diperkirakan akan mengalami defisit 10.000 metrik ton tahun ini, sementara harga logam yang sebagian besar digunakan dalam solder untuk barang-barang elektronik ini berkorelasi erat dengan harga tembaga.
Dalam jajak pendapat informal pada hari Senin, suara untuk logam-logam lain berkisar antara 2%-7%, dengan aluminium mendapatkan 4%.
Jorge Vazquez dari konsultan Harbour Aluminium mengatakan bahwa lonjakan pasokan yang besar, terutama logam daur ulang, sedang melanda pasar aluminium dan akan menekan harga, meskipun ia tidak memberikan perkiraan yang spesifik.
“Ekspansi aluminium sekunder terjadi dalam skala besar. Kami tidak melihat adanya kelangkaan dalam tiga tahun ke depan,” jelasnya.
Analis Morgan Stanley Amy Gower mengatakan bahwa permintaan tembaga dari China tidak seburuk yang diberitakan di berita utama, sementara tidak ada belanja modal yang cukup untuk membangun tambang-tambang baru.
Harga tembaga diperkirakan mencapai US$9.500 per metrik ton dalam beberapa bulan mendatang, dengan skenario bullish memperkirakan harga naik melampaui rekor US$11.100 yang sempat dicapai pada Mei 2024.
Adapun berdasarkan data Bloomberg, harga komoditas tembaga kontrak tiga bulan di LME melemah 1,54% pada akhir perdagangan Senin (30/9) ke posisi US$9.829 per metrik ton.
Melansir Bloomberg, harga tembaga mencatat mingguan terbesar sejak Mei pekan lalu, terdorong sentimen janji stimulus terbaru dari China dan prospek penurunan suku bunga AS lebih lanjut.
Harga tembaga kembali ke level US$10.000 pekan lalu menyusul pengumuman China mengenai serangkaian stimulus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Janji dari para pejabat Beijing untuk memberikan bantuan untuk sektor real estat juga mendukung prospek harga tembaga.
“Aspek makro terus tetap positif dengan ekspektasi kebijakan baru-baru ini, sementara ada lebih banyak aktivitas penimbunan stok tembaga sebelum hari libur nasional China pada bulan Oktober,” tulis Jinrui Futures Co, seperti dikutip Bloomberg.