Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ada Sentimen Makan Bergizi Gratis, Saham CPIN Malah Jeblok

Emiten perunggasan yang dinilai akan mendapatkan sentimen positif dari program makan bergizi gratis justru tercatat jeblok.
Pabrik PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk. (CPIN)/Dok.Perusahaan.
Pabrik PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk. (CPIN)/Dok.Perusahaan.

Bisnis.com, JAKARTA – Emiten perunggasan dinilai akan mendapatkan sentimen positif dari program makan bergizi gratis yang siap bergulir. Namun, kinerja saham PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk. (CPIN) tercatat jeblok.

Berdasarkan data RTI Business, harga saham CPIN turun 1,64% pada perdagangan akhir pekan ini, Jumat (27/9/2024) ke level Rp4.800 per lembar. Harga saham CPIN juga turun 4% dalam sepekan dan turun 3,03% dalam sebulan.

Sementara, harga saham CPIN tercatat masih di zona merah, turun 4,48% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd).

Padahal, Tim Riset Samuel Sekuritas menilai saham emiten perunggasan seperti CPIN terdorong oleh sentimen positif program makan bergizi gratis. Program yang diwacanakan Presiden RI terpilih Prabowo Subianto ini memang telah menunjukan kepastiannya.

Pemerintah resmi merancang anggaran untuk program makan bergizi gratis pada 2025 sebesar Rp71 triliun atau 0,29% terhadap produk domestik bruto (PDB), sesuai Rancangan Undang-undang (RUU) tentang APBN 2025.

Pemerintah juga berencana mengimpor 1,3 juta sapi hidup untuk mendukung program makan bergizi gratis tersebut. Dalam pelaksanaannya, terdapat 40 perusahaan termasuk koperasi yang menyatakan siap untuk mengimpor sapi perah dalam rangka menyukseskan program makan bergizi gratis.

Meski begitu, menurut Tim Riset Samuel Sekuritas, emiten unggas seperti CPIN memang akan mendapatkan tantangan, salah satunya dari fenomena La Nina akhir tahun ini.

Memasuki paruh kedua 2024, harga ayam hidup dan penguasaan bibit ayam atau day old chicken (DOC) mengalami penurunan. Kemudian, untuk bahan baku, harga jagung domestik naik, terutama karena curah hujan sedang di luar Jawa, yang dapat memengaruhi hasil panen.

"Ke depannya, kami mengantisipasi kenaikan lebih lanjut pada harga bahan baku, didorong oleh musim hujan dan potensi efek La Nina," tulis Tim Riset Samuel Sekuritas pada beberapa waktu lalu.

La Nina memang bisa berdampak pada penurunan produksi jagung yang signifikan sehingga harga bahan baku bagi emiten unggas ini naik.

Di sisi lain, berdasarkan data Bloomberg, konsensus analis menunjukan bahwa sebanyak 12 sekuritas menyematkan rekomendasi beli untuk CPIN. Empat sekuritas merekomendasikan hold dan dua sekuritas merekomendasikan sell. Target harga saham CPIN berada di level Rp5.818 dalam 12 bulan ke depan.

Research Analyst Phintraco Sekuritas Muhamad Heru Mustofa dan Valdy Kurniawan merekomendasikan beli untuk CPIN dengan target harga Rp5.850 per lembar.

"Kami menilai bahwa apabila CPIN dapat mempertahankan dan bahkan meningkatkan efisiensi operasionalnya, maka hal tersebut berpotensi meningkatkan pertumbuhan laba bersih CPIN," tulis Heru dan Valdy dalam risetnya.

CPIN sendiri telah mencatatkan pertumbuhan laba 28,22% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp1,76 triliun pada semester I/2024. Peningkatan laba CPIN terjadi seiring dengan penjualan neto yang naik 6,7% yoy menjadi Rp32,96 triliun. 

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper