Bisnis.com, JAKARTA - Negara penghasil komoditas minyak mentah yang tergabung dalam OPEC+ menetapkan rencana untuk memulihkan beberapa produksi yang ditangguhkan pada awal Oktober 2023. Keputusan ini setelah harga minyak mampu bertahan di atas US$70 sepanjang tahun berjalan (ytd).
Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak mentah Brent untuk pengiriman Agustus 2024 diperdagangkan menguat 0,62% atau 0,5 poin ke level US$81,61 per barel pada perdagangan Senin (3/6/2024) pukul 09.10 WIB.
Kontrak minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli 2024 juga menguat 0,61% atau 0,47 poin ke level US$77,46 per barel.
Keputusan yang diumumkan OPEC+ telah diambil meskipun terdapat kekhawatiran pada prospek permintaan dan kuatnya pasokan di luar kelompok negara produsen minyak tersebut.
Kementerian Energi Arab Saudi pada Minggu (2/6) setelah pertemuan OPEC+ mengatakan pembatasan produksi dipertahankan secara penuh pada Kuartal III/2024 dan kemudian secara bertahap akan dihapuskan selama 12 bulan berikutnya.
Perjanjian tersebut bertujuan untuk membuat harga minyak naik sambil mengurangi hambatan produksi yang dikeluhkan beberapa anggota seperti Uni Emirat Arab, di kala mereka berusaha untuk meningkatkan tingkat produksi. MEskipun demikian, sebagian besar pengamat pasar juga memproyeksi bahwa pemangkasan akan terus berlanjut hingga akhir 2024.
Baca Juga
Pendiri Vanda Insights di Singapura, Vandana Hari, berpendapat bahwa pasar tidak mengharapkan pengurangan pemangkasan mulai Oktober 2024.
“Sisi positifnya bagi OPEC+ adalah perjanjian ini akan membantu menjaga kohesi. Pemotongan yang tidak seimbang dalam jangka panjang akan menjadi sumber gesekan,” jelasnya.
Di lain sisi, minyak membatasi kerugian bulanan pada Jumat (31/5) sebagian karena kekhawatiran terus menerus mengenai prospek permintaan China. Selisih harga kontrak terdekat Brent dengan kontrak berikutnya (prompt spread) sempat menurun ke dalam struktur contango yang bearsih pada minggu lalu. Pasar bahan bakar juga menunjukkan tanda-tanda kelemahan.
Namun, harga minyak berjangka masih lebih tinggi pada tahun ini, setelah ketegangan geopolitik dari Timur Tengah hingga Ukraina menimbulkan kekhawatiran mengenai pasokan. Israel juga telah membatalkan rencana gencatan senjata yang ditetapkan oleh presiden AS Joe Biden.