Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Dibuka Melemah ke Rp15.623, Dolar AS Perkasa

Nilai tukar rupiah dibuka melemah ke Rp15.623 pada pagi ini Senin (26/2) karena dolar AS menguat.
Karyawati menunjukkan mata uang rupiah dan dolar Amerika Serikat di tempat penukaran uang asing di Jakarta, Rabu (30/8/2023). Bisnis/Suselo Jati
Karyawati menunjukkan mata uang rupiah dan dolar Amerika Serikat di tempat penukaran uang asing di Jakarta, Rabu (30/8/2023). Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA — Mata uang rupiah dibuka lanjut melemah ke posisi Rp15.623 di hadapan dolar AS pada perdagangan hari ini, Senin (26/2/2024). Sederet mata uang Asia terpantau bervariasi, namun dolar AS perkasa pada pagi ini.

Mengutip data Bloomberg pukul 09.05 WIB, mata uang rupiah dibuka melemah 0,16% atau 25 poin ke level Rp15.623 per dolar AS, setelah terkoreksi pada akhir pekan lalu. Sementara itu, indeks mata uang Negeri Paman Sam terpantau menguat 0,06% ke posisi 103,99.

Adapun, mata uang kawasan Asia lainnya yang terpantau melemah terhadap dolar AS pagi ini misalnya, dolar Singapura turun 0,10%, won Korea melemah 0,06%, peso Filipina melemah 0,05%, yuan China turun 0,02%, baht Thailand turun 0,06% dan rupee India terkoreksi 0,13%.

Sementara itu, mata uang Asia yang masih kebal terhadap dolar AS yaitu yen Jepang naik 0,05%, dolar Hongkong naik 0,01%, dolar Taiwan menguat 0,02%, dan ringgit Malaysia menguat 0,02%.

Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, untuk perdagangan hari ini Senin (26/2/2024), mata uang rupiah diprediksi fluktuatif namun ditutup melemah di rentang  Rp15.580 hingga Rp15.650.

Menurut Ibrahim, komentar The Fed yang hawkish dan data tenaga kerja AS yang kuat semakin melemahkan taruhan awal penurunan suku bunga.

Lebih lanjut dia mengatakan, Gubernur Fed Christopher Waller mengatakan pada Kamis (22/2/2024) malam bahwa pihaknya memerlukan lebih banyak bukti bahwa inflasi AS sedang mendingin, sebelum bank sentral mempertimbangkan penurunan suku bunga.

Adapun, prospek suku bunga The Fed yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama menjadi pertanda buruk bagi pasar Asia, karena kesenjangan antara imbal hasil yang berisiko tinggi dan yang berisiko rendah semakin menyempit.

"Gagasan ini membuat sebagian besar mata uang regional diperdagangkan lebih rendah pada minggu ini," ujar Ibrahim dalam riset dikutip Senin (26/2/2024).

Ibrahim mengatakan, alat CME Fedwatch menunjukkan para pelaku pasar semakin mengurangi ekspektasi penurunan suku bunga The Fed pada bulan Mei dan Juni 2024.

Dari sentimen dalam negeri, Bank Indonesia (BI) mencatat Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mengalami surplus sebesar US$8,6 miliar pada kuartal IV/2023 dibandingkan dengan kinerja kuartal sebelumnya yang mencatat defisit US$1,5 miliar, sehingga menopang ketahanan eksternal Indonesia.

Sementara itu, transaksi modal dan finansial mencatat perbaikan signifikan, dari defisit US$0,1 miliar pada kuartal III/2023 menjadi surplus US$9,8 miliar pada kuartal IV/2023. Kinerja positif ini terutama ditopang oleh aliran investasi portofolio yang kembali masuk ke pasar keuangan domestik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rizqi Rajendra
Editor : Ibad Durrohman
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper