Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Emas Pekan Depan Diprediksi Tertekan, Ini Sebabnya

Kebijakan hawkish dari Federal Reserve berpotensi menekan harga emas global.
Tumpukan emas batangan 1 kilogram di YLG Bullion International Co. Bangkok, Thailand pada Jumat (22/12/2023). - Bloomberg/Chalinee Thirasupa
Tumpukan emas batangan 1 kilogram di YLG Bullion International Co. Bangkok, Thailand pada Jumat (22/12/2023). - Bloomberg/Chalinee Thirasupa

Bisnis.com, JAKARTA - Harga emas global pada pekan depan diprediksi tertekan karena sejumlah faktor dari sentimen eksternal, salah satunya kebijakan hawkish dari Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed).

Analis Komoditas dan Mata Uang Lukman Leong mengatakan bahwa meskipun harga emas masih akan terus naik ke depannya, tetapi ekspektasi tingkat suku bunga The Fed yang belum akan turun akan menghambat kenaikan harga emas.

Dia mengatakan, pada pekan depan Ketua The Fed Jerome Powell diperkirakan akan kembali hawkish dalam pidatonya di risalah pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC). Hal itu membuat emas kemungkinan akan sulit untuk naik jauh di atas level US$2.000

"Harga emas diperkirakan masih akan tertekan di kisaran US$2.000. Untuk minggu depan harga emas diprediksi di kisaran US$1.985 hingga US$2.035 per troy ounce," ujar Lukman kepada Bisnis, Sabtu (17/2/2024).

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan akhir pekan Jumat (16/2), kontrak emas paling aktif untuk pengiriman April 2024 di divisi Comex New York Exchange menguat US$9,20 atau 0,46% menjadi ditutup pada level US$2.024,10 per troy ounce

Harga emas di pasar spot juga menguat US$9,19 atau 0,46% ke posisi US$2.013,59 per troy ounce. Mengilapnya harga emas global sejalan dengan pelemahan indeks dolar AS dan imbal hasil obligasi pemerintah AS.

Adapun, indeks dolar AS (DXY) naik untuk minggu ini, dan benchmark imbal hasil Treasury 10-tahun memperpanjang kenaikan, membuat emas menjadi kurang menarik. Data menunjukkan bahwa harga produsen AS meningkat lebih dari yang diperkirakan pada bulan Januari.

Para pelaku pasar telah mengesampingkan ekspektasi mereka terhadap penurunan suku bunga AS dari bulan Maret hingga Juni 2024. Pasar saat ini memperkirakan peluang pemotongan suku bunga sebesar 73% pada bulan Juni, menurut CME Fed Watch Tool.

Lebih lanjut Lukman mengatakan dari sentimen domestik yaitu Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) pada 20-21 Februari 2024 pekan depan juga berdampak ke nilai tukar rupiah.

Menurutnya, dolar AS diperkirakan masih akan menekan rupiah mengingat data-data ekonomi AS yang kuat dan nada hawkish pejabat The Fed akhir-akhir ini. Adapun, AS mencatat inflasi tahunan pada Januari 2024 di level 3,1%, atau lebih rendah dari posisi bulan sebelumnya sebesar 3,4%. 

Meskipun angka inflasi lebih rendah, tetapi masih di atas proyeksi konsensus sebesar 2,9%. Pada periode yang sama, inflasi inti yang tidak termasuk komponen bergejolak, seperti makanan dan energi stagnan di level 3,9%. Secara keseluruhan, inflasi masih di atas target The Fed sebesar 2%. 

"Sedangkan investor senanitasa masih mewaspadai situasi politik pasca-Pilpres 2024. Prediksi rupiah pekan depan di rentang Rp15.500-Rp15.850," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rizqi Rajendra
Editor : Thomas Mola
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper