Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penyebab Wall Street Melambung jelang Libur Panjang Natal

Wall Street bergerak cenderung menguat pada akhir perdagangan Jumat waktu setempat atau tepatnya Sabtu pagi WIB, jelang libur panjang Natal.
Informasi pasar saham di Nasdaq MarketSite di New York, AS, pada hari Selasa, 8 Agustus 2023./Bloomberg
Informasi pasar saham di Nasdaq MarketSite di New York, AS, pada hari Selasa, 8 Agustus 2023./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Wall Street cenderung naik pada akhir perdagangan Jumat (22/12/2023) waktu setempat atau tepatnya Sabtu pagi WIB, jelang libur panjang Natal dan Tahun Baru

Dow Jones terkoreksi 0,05% menjadi 37.385,97, S&P 500 Index naik 0,17% ke 4.754,63, dan Nasdaq naik 0,19% menuju 14.992,97.

Adapun, pergerakan saham dipengaruhi oleh faktor musiman, yaitu liburan Natal yang akan dimulai pada akhir pekan tersebut, data inflasi yang lebih rendah dari perkiraan  yang pada akhirnya menguatkan spekulasi bahwa bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve, akan menurunkan suku bunga acuan di tahun baru.

Pergerakan saham menjadi kurang jelas seiring berjalannya sore hari. Meski begitu, ada harapan penurunan suku bunga di tahun depan. Namun investor masih menunggu data ekonomi selanjutnya untuk mengkonfirmasi tren inflasi dan prospek ekonomi AS.

Melansir dari Reuters, indeks Nasdaq (.IXIC) dan S&P 500 (.SPX) berada di wilayah positif, sedangkan blue-chip Dow (.DJI) berakhir sedikit lebih rendah.

Ahli strategi portofolio senior Ingalls & Snyder di New York Tim Ghriskey menyebut beberapa investor menghindari exposure pasar yang tinggi selama libur panjang karena ketidakpastian dan potensi risiko geopolitik.

"Tetapi sebagian besar pedagang dan investor mempertahankan posisi investasi mereka, karena ini merupakan reli yang sangat besar,” ujarnya yang dikutip Bisnis, Sabtu (23/12/2023)

Menariknya, saham-saham berkapitalisasi kecil nyatanya tampil dengan apik dan berhasil mengungguli kinerja pasar secara umum. Tercatat, Indeks Russell 2000 (.RUT) mengakhiri perdagangan dengan kenaikan sebesar 0.8%. 

Adapun, ketiga indeks utama tersebut mencatat kenaikan mingguan kedelapan berturut-turut. 

Misalnya, bagi S&P 500 ini merupakan kenaikan mingguan terpanjang sejak akhir tahun 2017. Di sisi lain, Nasdaq dan Dow Jones, menandai ini sebagai kenaikan mingguan terpanjang berturut-turut sejak awal tahun 2019.

S&P 500 sekarang berada dalam 1% dari rekor penutupan yang dicapai pada Januari 2022. Jika ditutup di atas level tersebut, hal ini akan mengonfirmasi bahwa indeks acuan telah berada dalam pasar bullish sejak mencapai titik terendah pada Oktober 2022.

Chief Strategist Simplify Asset Management New York Michael Green pun menuturkan kinerja pasar pada kuartal keempat sangat luar biasa. Saham-saham small caps terus mengalami pertumbuhan yang signifikan.

“Saham-saham small caps terus mengalami pertumbuhan yang signifikan. Indeks Russell 2000, sebagai representasi small caps, berhasil mencetak kenaikan dari posisi negatif pada Agustus dan kini tumbuh sebesar 15.6% sepanjang tahun,” ujarnya. 

Bahkan, Green menyebutnya sebagai "rally everything," menunjukkan kenaikan luas di berbagai sektor.

Sebagaimana diketahui, sejumlah data dirilis pada hari perdagangan terakhir sebelum akhir pekan panjang, terutama Personal Consumption Expenditures (PCE) dari Departemen Perdagangan. Laporan tersebut menunjukkan bahwa inflasi terus bergerak turun mendekati target tahunan rata-rata Federal Reserve sebesar 2%.

Sebuah laporan terpisah menunjukkan pesanan baru untuk barang modal inti jauh melampaui harapan analis, suatu kejutan positif yang mengindikasikan rencana pengeluaran korporat AS berjalan baik.

Kedua laporan tersebut memperkuat keyakinan bahwa bank sentral tidak hanya akan mulai menurunkan suku bunga pada Maret 2024, tetapi mungkin berhasil mengendalikan inflasi tanpa menjatuhkan ekonomi ke dalam resesi, yang disebut sebagai "soft landing."

Ahli strategi portofolio senior Ingalls & Snyder di New York Tim Ghriskey  menyebut laporan PCE sangat dovish. Angka utama menunjukkan deflasi untuk bulan tersebut. 

“Ini sangat positif dan mungkin merupakan langkah menuju penurunan suku bunga. Beberapa memprediksi hal tersebut terjadi pada bulan Maret. Kami pikir itu terlalu optimis,” kata Ghriskey

Dirinya pun menyebut bahwa saat ini ekonomi ini kuat. Sehingga, untuk saat ini tidak membutuhkan suku bunga yang lebih rendah

Adapun, berdasarkan pantauan FedWatch CME, pasar keuangan mencerminkan probabilitas sebesar 74.1% bahwa Fed akan memberlakukan pemotongan suku bunga sebesar 25 basis poin pada Maret.

Dow Jones Industrial Average (.DJI) turun 18,38 poin, atau 0,05%, menjadi 37.385,97, S&P 500 (.SPX) bertambah 7,88 poin, atau 0,17%, pada 4.754,63 dan Nasdaq Composite (.IXIC) bertambah 29,11 poin, atau 0,19%, pada 14.992,97.

Dari 11 sektor utama dalam S&P 500, sektor konsumen (.SPLRCD) merupakan satu-satunya sektor yang mengalami kerugian, sedangkan sektor kebutuhan pokok konsumen (.SPLRCS) menikmati persentase kenaikan terbesar.

Nike (NKE.N) anjlok 11,8% setelah pembuat pakaian olahraga itu memangkas perkiraan penjualan tahunannya karena belanja konsumen yang hati-hati. Rekan-rekannya Foot locker (FL.N) dan Dick's Sporting Goods (DKS.N) masing-masing merosot 2,7% dan 3,9%.

Karuna Therapeutics (KRTX.O) melonjak 47,7% setelah kesepakatan Bristol Myers Squib's (BMY.N) untuk mengakuisisi perusahaan farmasi tersebut senilai US$14 miliar dalam bentuk tunai.

Terkait, perbandingan jumlah saham yang mengalami kenaikan (advancing) dan yang mengalami penurunan (declining) di bursa saham. Di New York Stock Exchange (NYSE), saham-saham yang mengalami kenaikan jumlahnya lebih banyak daripada yang mengalami penurunan, dengan rasio 2,25 banding 1. Artinya, untuk setiap saham yang mengalami penurunan, ada sekitar 2,25 saham yang mengalami kenaikan.

Lalu, di Nasdaq juga mengalami kenaikan, dengan rasio 1,92 banding 1. Artinya, untuk setiap saham yang mengalami penurunan, ada sekitar 1,92 saham yang mengalami kenaikan.

S&P 500 mencatat 39 rekor tinggi dalam 52 minggu dan tidak ada yang mencapai rekor terendah; Nasdaq Composite mencatat 176 rekor tertinggi dan 64 rekor terendah baru.

Terakhir, volume perdagangan di bursa AS mencapai 9,63 miliar saham, dibandingkan dengan rata-rata 12,52 miliar saham selama sesi penuh dalam 20 hari perdagangan terakhir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Arlina Laras
Editor : Hafiyyan
Sumber : Reuters
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper