Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Saham NOBU dan BABP Terbang Dalam Sepekan di Tengah Gonjang-Ganjing Merger

Saham PT Bank MNC Internasional Tbk. (BABP) milik konglomerat dan PT Bank Nationalnobu Tbk. (NOBU) melonjak selama sepekan perdagangan di tengah isu merger.
Logo PT Bank MNC Internasional Tbk. (BABP) dan PT Bank National Nobu Tbk. (NOBU).
Logo PT Bank MNC Internasional Tbk. (BABP) dan PT Bank National Nobu Tbk. (NOBU).

Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank MNC Internasional Tbk. (BABP) milik konglomerat Hary Tanoesoedibjo dan PT Bank Nationalnobu Tbk. (NOBU) milik taipan James Riady direncanakan merger pada Agustus kemarin. Harga saham kedua emiten bank pun sempat melonjak pada perdagangan sepekan terakhir.

Berdasarkan data dari RTI Business, harga saham NOBU ditutup di level Rp700, naik 2,19 persen pada perdagangan Jumat (1/9/2023). Dalam sepekan, harga saham NOBU bahkan melesat 58,37 persen.

Sementara, dalam setahun berjalan atau secara year to date (ytd), harga saham emiten bank besutan James Riady ini naik 27,27 persen.

Kemudian, harga saham BABP memang tercatat turun 1,19 persen pada penutupan perdagangan Jumat (1/9/2023) ke level Rp83. Namun, dalam sepekan harga saham bank milik Hary Tanoe ini naik 6,41 persen.

Harga saham NOBU dan BABP moncer seiring dengan kabar merger. Kedua bank milik konglomerat itu memang berencana merger dan ditargetkan sesuai timeline berlangsung pada Agustus 2023.

Namun, nyatanya merger kedua bank urung terlaksana pada Agustus 2023. Di keterbukaan informasi, Bank MNC menjawab pertanyaan Bursa Efek Indonesia (BEI) terkait rencana untuk melakukan tindakan korporasi dalam waktu dekat, termasuk rencana korporasi yang akan berakibat terhadap pencatatan saham perseroan di bursa paling tidak dalam tiga bulan mendatang. Namun, Corporate Secretary Bank MNC Heru Sulistiadhi mengatakan rencana tersebut belum ada.

"Saat ini perseroan belum memiliki rencana untuk melakukan tindakan korporasi yang berakibat pada pencatatan saham perseroan di bursa," jawab Heru di keterbukaan informasi pada beberapa waktu lalu.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae juga mengatakan merger kedua bank konglomerat itu bisa saja terjadi keterlambatan.

"Jangka waktu merger memang bisa terjadi keterlambatan, tapi bukan berarti kurangnya komitmen kedua bank," kata Dian dalam Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK pada bulan lalu (3/8/2023).

Menurut Dian, sejumlah faktor yang bisa menimbulkan molornya merger di antaranya pembahasan mengenai porsi kepemilikan hingga fokus bisnis ke depan dari bank gabungan.

"Banyak teknis lain yang dibicarakan. Ini pada akhirnya berujung pada proses merger yang baik. Tidak ada persoalan yang timbul setelah merger terjadi," ungkap Dian.

Meski merger molor, Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan menilai rencana merger kedua bank itu tetap sangat menarik. Kedua bank berasal dari konglomerasi besar. Menurutnya, keberhasilan kolaborasi memberikan prospek yang baik ke depannya.

"Keduanya memiliki concern bisnis yang sama dalam hal digitalisasi perbankan. Hal ini akan mempercepat kolaborasi dan meningkatkan kualitas program layanan digitalisasi bank hasil merger," jelasnya.

Sementara itu, Research and Consulting Infovesta Utama Nicodemus Anggi mengatakan kabar merger kedua bank menarik bagi investor karena membuat total aset kedua bank hasil merger semakin besar. Bank pun bisa berkompetisi dan naik kelas menjadi kelompok bank dengan modal inti (KBMI) II.

"Merger ini juga membuat kedua perusahaan akan bersinergi bersama untuk mendukung perluasan prospek secara bisnis," katanya.

Selain itu, akan ada potensi penambahan unsur penyaluran kredit yang maksimal jika keduanya sudah resmi merger. "Bank jadi lebih prospektif karena semakin memperkuat ekosistem yang sudah ada sebelumnya," katanya.

Dia juga mengatakan merger kedua bank ini akan memberikan keuntungan saham jangka pendek bagi investor. "Bisa dapat potensi gain dari short trading yang optimal karena aksi korporasi. Ini tercermin dari harga saham hari ini yang dua-duanya kompak naik," ujarnya.

Kedua bank pun akan memperoleh kapitalisasi pasar yang lebih besar sehingga likuiditas diharapkan bisa naik jika proses merger sudah berjalan.

______

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ibad Durrohman
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper