Bisnis.com, JAKARTA — Fenomena El Nino hampir pasti melanda Indonesia. Dinamika iklim yang disertai dengan kekeringan berkepanjang tersebut secara historis memiliki dampak signifikan bagi kinerja emiten di sejumlah sektor.
Satelit National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) telah merilis status ‘watch’ pada pekan kedua Mei 2023 untuk El Nino. Status tersebut umumnya diikuti dengan kepastian bahwa El Nino bakal berkembang dalam enam bulan ke depan.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah memperkirakan potensi El Nino pada paruh kedua 2023 mencapai 50—60 persen. Hal ini makin memperbesar risiko kebakaran lahan dan berkurangnya pasokan air bersih karena curah hujan yang lebih rendah.
BRI Danareksa Sekuritas dalam riset yang disusun Natalia Sutanto, Hasan Barakawan dan Ismail Fakhri Suweleh menyebutkan bahwa sektor yang akan terdampak paling besar dari El Nino adalah perkebunan sawit karena bisa memicu penurunan produksi. Selain itu, cuaca yang kering selama El Nino bakal menghalangi berkembangnya bunga sawit dan membuat produksi tandan buah segar (TBS) lebih rendah.
Analisis BRI Danareksa Sekuritas juga memperlihatkan fenomena El Nino dalam tiga periode sebelumnya yakni 202, 2004, dan 2015 membuat harga CPO naik rata-rata 5,5 persen dan 16 persen dalam 12 bulan setelahnya.
“Kami memperkirakan tren serupa bakal terjadi dengan potensi kenaikan harga pada semester kedua 2024. Untuk 2023, kami meyakini permintaan yang lemah masih terjadi karena ekspor yang turun, sementara harga minyak nabati lainnya turun,” tulis Natalia dan lainnya.
Baca Juga
Dari sektor konsumer, El Nino terbukti menekan margin perusahaan-perusahaan yang menggunakan bahan baku komoditas agrikultur seperti CPO, gandum, dan gula dalam kurun 9—15 bulan setelah El Nino melanda. Meski demikian, BRI Danareksa Sekuritas meyakini kenaikan konsumsi menjelang Pemilihan Umum 2024 bakal tetap menjaga performa emiten di sektor ini. Emiten-emiten dalam cakupan analisis BRI Danareksa diperkirakan tetap membukukan pertumbuhan pendapatan hingga 32 persen pada 2023.
“Meski El Nino mengancam margin perusahaan konsumen, kami memperkirakan daya beli akan terjaga pada paruh kedua karena makin banyak dana pemilu berdera. Selain itu, perusahaan konsumen yang kami analisis optimistis untuk mencatat pendapatan yang lebih baik dengan margin tinggi mengingat harga bahan baku yang lebih landai.”
Adapun sejumlah saham konsumer pilihan BRI Danareksa Sekuritas mencakup ICBP dengan target harga Rp12.600 dan MYOR dengan target harga Rp3.300. Selain itu, kekeringan yang berkepanjangan berpotensi mendorong permintaan produk minuman kesehatan sehingga menguntungkan SIDO dengan target harga Rp1.000 dan KLBF dengan target harga Rp2.400.
Sementara itu, Head of Research Surya Fajar Sekuritas Raphon Prima juga mengemukakan bahwa sektor perkebunan sawit menjadi yang paling terdampak fenomena El Nino. Dia mencatat bahwa saham emiten sawit seperti AALI dan LSIP membukukan penurunan penjualan sekitar 8 persen akibat El Nino 2019.
Meskipun terdapat gangguan produksi selama El Nino kala itu, Raphon menyebutkan bahwa tingkat inflasi tetap terkendali di batas atas 2,5 persen hingga 3,2 persen pada 2019. Goncangan ekonomi makro akibat Perang Dagang Amerika Serikat dan China juga menambah tantangan ekonomi saat musim kering tersebut, tetapi harga barang cenderung terjaga.
“Perkiraannya pada 2023 ini inflasi juga masih terjaga. Namun investor sebaiknya menghindari emiten CPO,” katanya.
Terlepas dari risiko penurunan produksi komoditas pertanian selama El Nino, Raphon mengatakan fenomena iklim ini tetap menyediakan peluang bagi sejumlah sektor. Curah hujan yang lebih rendah bisa menjadi momentum bagi bisnis penyelenggara acara outdoor.
“Apalagi saat ini masyarakat sedang dalam euforia tinggi setelah tekanan Covid-19 pada tahun-tahun sebelumnya. Investor bisa mempertimbangkan emiten event organizer seperti DYAN,” kata dia.