Bisnis.com, JAKARTA - Harga saham sejumlah emiten perkebunan sawit penghasil CPO terpantau kompak merah setelah Kementerian Perdagangan mengumumkan pengetatan rasio ekspor minyak sawit.
Mengutip data Bloomberg, harga saham emiten sawit seperti PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI), PT Smart Tbk. (SMAR), dan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk. (SSMS) bergerak di zona merah.
AALI terpantau mencatatkan penurunan 0,33 persen atau 25 poin ke Rp7.650 per saham. Sepanjang tahun ini, harga saham emiten Grup Astra ini terus bergerak di zona merah, turun 4,67 persen.
Kemudian, saham SMAR ikut mencatat penurunan 0,90 persen atay 50 poin ke Rp5.500 per saham. Kendati demikian, dalam 2023 berjalan harga sahamnya masih mencatat pertumbuhan hingga 11,11 persen.
Senada, saham SSMS juga tercatat turun 1,16 persen atau 20 poin ke Rp1.700 per lembar saham. Namun, sepanjang tahun berjalan, harga saham SSMS tercatat tumbuh 15,65 persen.
Baca Juga
Penurunan saham emiten CPO berbeda arah dengan pasar saham yang cenderung naik. IHSG hari ini ditutup menguat 0,51 persen atau 35,33 poin menjadi 6.945,47.
Sebagai informasi, Kementerian Perdagangan (Kemendag) kembali memberlakukan pengurangan rasio kuota hak ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) mulai 1 Mei 2023.
Kepala Badan Kebijakan Perdagangan Kemendag Kasan Muhri menyampaikan, kebijakan itu diambil dalam rangka menjaga kestabilan pasokan kebutuhan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO), serta memastikan harga minyak goreng di pasar rakyat tetap stabil dan terjangkau.
Dengan adanya kebijakan tersebut, maka rasio penjualan ke luar negeri dan pemenuhan DMO dipangkas menjadi 1:4. Artinya, produsen hanya bisa melakukan ekspor sebanyak 4 kali dari jumlah pemenuhan pasokan dalam negeri. Sebelumnya, pemerintah sudah pernah memangkas rasio kuota hak ekspor CPO dari 1:8 menjadi 1:6 per 1 Januari 2023.
Selain memangkas rasio kuota hak ekspor CPO, pemerintah juga menurunkan target domestic market obligation (DMO) atau kewajiban pasok dalam negeri untuk program minyak goreng rakyat menjadi 300.000 ton per bulan, dari sebelumnya 450.000 ton.
Selain itu, dalam rangka meningkatkan proporsi minyak goreng dengan merek Minyakita, pemerintah juga menaikkan insentif pengalih untuk minyak goreng kemasan menjadi dua untuk kemasan bantal dan 2,25 untuk kemasan selain bantal. Terakhir, pemerintah akan mencairkan deposito hak ekspor CPO secara bertahap selama 9 bulan hingga Januari 2024.