Bisnis.com, JAKARTA - Saham emiten batu bara PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) menjadi saham berkapitalisasi pasar besar yang bergerak negatif sejak awal tahun dan menjadi pemberat indeks atau laggard.
Hingga Kamis (6/4/2023), saham ADRO telah turun 21,6 persen secara year-to-date (ytd) dan memberatkan indeks sebanyak 27,77 indeks poin.
Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Desy Israhyanti menilai melempemnya saham ADRO sejak awal tahun ini memang sejalan dengan penurunan sektor energi, imbas pelemahan harga batu bara dan outlook kinerja batu bara tahun ini yang diperkirakan mengalami normalisasi.
Dengan normalisasi tersebut, Desy memperkirakan pendapatan ADRO dapat tergerus menjadi sebesar US$7,7 miliar, dari US$8,1 miliar pada 2022. Meski demikian, dia melihat prospek dari ADRO masih akan baik ke depannya.
"Prospek ADRO kami lihat masih akan baik seiring dengan ketidakpastian ekonomi yang masih tinggi, sehingga demand berpotensi meningkat," ujar Desy kepada Bisnis, Rabu (5/4/2023).
Katalis lain yang menurutnya akan mendorong kinerja ADRO adalah pengembangan portofolio aset ke non-batu bara yang dinilai potensial secara jangka menengah panjang. Desy melihat ADRO melalui anak usahanya PT Adaro Minerals Tbk. (ADMR), saat ini juga tengah membangun smelter aluminium yang ekspektasinya dapat berkontribusi terhadap laba ADRO secara jangka panjang.
Baca Juga
Sementara itu, secara teknikal Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana menilai pergerakan ADRO sudah berada di akhir uptrend jangka pendeknya, ditambah dengan adanya pelemahan harga komoditas batu bara dunia.
"Dalam jangka pendek kami perkirakan ADRO akan rawan terkoreksi untuk menguji rentang 2.780-2.900. Selama ADRO tidak terkoreksi ke bawah 2.600 maka ADRO akan berpeluang menguat kembali. Secara teknikal kami rekomendasikan buy on weakness," ucap Herditya.
Adapun Pilarmas Investindo Sekuritas memberikan rekomendasi beli atau buy terhadap saham ADRO dengan target harga atau target price (TP) Rp3.600.