Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Prospek Permintaan Suram, Harga Minyak Dunia Turun Lagi

Harga kontrak berjangka minyak WTI tercatat anjlok menuju level US$85 per barel setelah melemah 3,5 persen pada sesi perdagangan sebelumnya.
Aktivitas Pertamina Hulu Energi Offshore Southeast Sumatra (PHE OSES) di Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, Selasa (14/6/2022)/Pertamina.
Aktivitas Pertamina Hulu Energi Offshore Southeast Sumatra (PHE OSES) di Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, Selasa (14/6/2022)/Pertamina.

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak dunia melanjutkan pelemahannya seiring dengan kekhawatiran pasar terhadap prospek permintaan jangka pendek yang menutupi sentimen tanda–tanda pengetatan pasokan menjelang musim dingin.

Berdasarkan data Bloomberg pada Selasa (15/11/2022), pada 12.00 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Desember melemah 0,61 persen ke US$85,35 per barel. Sementara itu, harga minyak Brent untuk pengiriman Januari turun 0,30 persen ke US$92,86 per barel.

Harga kontrak berjangka minyak WTI tercatat anjlok menuju level US$85 per barel setelah melemah 3,5 persen pada sesi perdagangan sebelumnya. OPEC juga telah kembali memangkas proyeksi permintaan globalnya pada kuartal IV/20222.

Harga minyak dunia telah kehilangan sepertiga nilai kenaikannya sejak awal Juni 2022 seiring dengan perlambatan ekonomi yang membebani tingkat permintaan. Meski demikian, pemangkasan outlook dari OPEC serta sanksi Uni Eropa terhadap Rusia juga berpotensi mengurangi pasokan global.

Sementara itu, perusahaan di AS membuka lebih sedikit sumur minyak dibandingkan aksi pengeboran untuk pertama kalinya dalam 2 tahun. Hal ini mengindikasikan adanya potensi perlambatan produksi.

Adapun, perekonomian China melambat pada Oktober seiring dengan penyebaran virus corona yang mengganggu sentimen konsumen dan kegiatan ekonomi. Jumlah infeksi di China tercatat terus meningkat meski pemerintah setempat telah melakukan pelonggaran lockdown.

“Data ekonomi China yang lemah hanya memperkuat sentimen bahwa permintaan dari negara tersebut akan tetap terganggu selama kebijakan ketat pengendalian virus corona tetap berlaku,” jelas Founder Vanda Insights, Vandana Hari.

Wakil Gubernur The Fed Lael Brainard mengatakan perlambatan kenaikan suku bunga acuan AS sudah di depan mata, meski ia menyatakan masih ada sejumlah pekerjaan yang perlu dilakukan untuk mengendalikan inflasi.

Pernyataan Brainard, serta pengetatan kebijakan moneter dari bank sentral lain di dunia, masih membebani prospek permintaan serta membuat pelaku pasar waspada.

Sementara itu, International Energy Agency (IEA) akan merilis data indikator pasarnya, termasuk China, pada hari Selasa waktu setempat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper