Bisnis.com, JAKARTA — Adanya ancaman resesi dan kenaikan suku bunga bikin ketar-ketir, emas sebagai instrumen investasi dinilai tepat jadi pilihan.
Analis Traderindo.com Wahyu Laksono mengatakan, di tengah ancaman resesi, pilihan investasi jatuh kepada emas.
"Enggak akan rugi investasi emas, dari jaman nabi sampai sekarang. Tinggal berapa banyak dan di harga berapa. Jadi nilai emas lebih baik," jelasnya kepada Bisnis, Jumat (4/11/2022).
Namun, jika resesi mulai berganti siklus kepada pertumbuhan, maka instrumen investasi saham lebih juara dibandingkan emas, asal valuasi dan fundamentalnya tepat.
Senada, Kepala Ekonom BCA David Sumual mengatakan meskipun jika suku bunga naik dan emas ada penurunan harga.
"Kalau lagi turun maka akan ada kesempatan beli. Karena emas kan untuk store of value, itu bukan instrumen jangka panjang, bukan untuk ukuran bulanan," paparnya.
Baca Juga
Namun, perlu diperhatikan bahwa fluktuasi masih terjadi. Naik turunnya harga emas akan esuai perkembangan dinamika ekonomi global.
"Faktor-faktor pendorong dan penekan ke depan di antaranya masih ada perang Rusia Ukraina, konflik geopolitik global, dan kondisi inflasi global gimana ini harus dilihat terus semua faktor," ujarnya.
Adapun, Analis Sinarmas Futures Ariston Tjendra yang menyebutkan kebijakan agresif The Fed membuat pelaku pasar mereposisi aset investasinya keluar dari aset beresiko dan juga aset emas masuk ke aset dolar AS.
“Jika The Fed memberi sinyal bahwa akan menaan kenaikan suku bunga, maka harga emas bisa rebound,” kata Ariston kepada Bisnis, Rabu (26/10/2022).
Lebih rinci, Ariston memproyeksi harga emas untuk spot resiko penurunan masih akan terjadi. Saat ini resiko penurunan masih terbuka ke arah support US$1580, dengan potensi resisten di kisaran US$1700 per troy ons.
“Untuk fisik, mungkin masih ada potensi turun ke Rp930 ribu dengan resisten di Rp970 ribu per gram,” imbuhnya.