Bisnis.com, JAKARTA - Keputusan Bank Indonesia melanjutkan kenaikan suku bunga acuan gagal membendung pelemahan rupiah. Rupiah memimpin penurunan di antara sebagian besar mata uang negara berkembang Asia karena ekspektasi pengetatan Federal Reserve yang agresif terus membebani sentimen risiko.
Rupiah pada Kamis (20/10/2022) ditutup melemah 0,5 persen ke Rp15.573 per dolar Amerika Serikat, sesaat setelah BI Indonesia menaikkan BI-7 Day Reverse Repo Rate 50 basis poin menjadi 4,75 persen. Ini adalah kenaikan ketiga sejak bank sentral meningkatkan suku bunganya mulai Agustus. Hingga bulan ini, BI telah menaikkan 125 basis poin.
Sementara itu, mata uang lain di kawasan Asia ditutup bervariasi terhadap dolar AS. Yen Jepang ditutup menguat 0,01 persen, won Korea melemah 0,41 persen, yuan China stagnan, dan ringgit Malaysia melemah 0,17 persen terhadap dolar AS.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan aksi BI kurang direspons pasar sehingga rupiah masih undervalue.
“Kondisi pelemahan rupiah masih sangat dipengaruhi faktor sentimen penguatan dolar dan ekonomi global,” ujarnya.
Namun, sambungnya, rupiah bernasib relatif lebih baik daripada negara-negara berkembang lainnya. Dengan depresiasi 8,4 persen sejak awal tahun, rupiah menjadi mata uang yang relatif kuat di Asia, dibandingkan dengan peso Filipina, baht Thailand, dan ringgit Malaysia yang masing-masing terdepresiasi lebih dari 10 persen.
Baca Juga
Menurutnya, pemerintah dan Bank Indonesia tidak perlu panik menyikapi pelemahan rupiah. “Yang harus dilakukan adalah melakukan intervensi secara terukur karena fundamental ekonomi Indonesia masih baik,” ujar Ibrahim.
Merespons pelemahan rupiah belakangan ini, BI mengeraskan kata-katanya seputar intervensi mata uang, dengan mengatakan akan berupaya ‘mengendalikan’ rupiah di tengah ekspektasi dolar tetap kuat dalam beberapa bulan mendatang.
“Yang akan terus kami lakukan adalah mengendalikan nilai tukar,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo seusai keputusan suku bunga acuan.
BI, lanjutnya, tidak ingin penguatan dolar menyebabkan rupiah melemah di tengah harga energi dan pangan global yang tinggi, yang menyebabkan harga domestik naik atau dikenal sebagai inflasi impor (imported inflation).
Komentarnya lebih jelas kemarin dibandingkan dengan pertemuan sebelumnya, ketika para pejabat BI lebih suka mengatakan mereka akan ‘memperhalus volatilitas’ dan ‘memperkuat langkah-langkah stabilisasi rupiah’, terutama dengan melakukan intervensi di pasar spot, non-deliverable forward domestik, dan pasar obligasi.
Kata-kata yang lebih kuat itu datang ketika rupiah menembus level psikologis Rp15.500 pekan ini dan ditutup pada Rp15.573 terhadap dolar, level terendah baru 2,5 tahun kemarin. BI menyampaikan kenaikan 50 basis poin selama dua bulan berturut-turut bertujuan untuk mengantisipasi tekanan harga dan mata uang.
“Tekanan terhadap rupiah tidak mencerminkan fundamentalnya. Ini mencerminkan kekuatan dolar dan ketidakpastian yang tinggi di pasar keuangan global,” kata Perry.
BI akan terus melakukan intervensi pasar - di pasar spot valas, non-deliverable forward domestik (DNDF), dan pasar obligasi - untuk menstabilkan mata uang dan menghindari efek rambatan pada harga domestik.
Simak pergerakan rupiah hari ini secara live.
Rupiah ditutup turun 60 poin atau 0,39 persen menjadi Rp15.631,5 per dolar AS.
Indeks dolar AS naik 0,05 persen ke level 112,937.
Pukul 13.40 WIB, rupiah turun 56,5 poin atau 0,36 persen menjadi Rp15.628 per dolar AS.
Indeks dolar AS naik 0,2 persen ke level 113,111.
Pukul 11.30 WIB, rupiah turun 44,5 poin atau 0,29 persen menjadi Rp15.616 per dolar AS.
Indeks dolar AS naik 0,16 persen ke level 113,056.
Pukul 09.04 WIB, rupiah turun 8,5 poin atau 0,05 persen menjadi Rp15.580 per dolar AS.
Indeks dolar AS naik 0,13 persen ke level 113,026.