Bisnis.com, JAKARTA - Saham-saham big caps semakin menarik pasca ciamiknya kinerja semester I/2022. Mulai dari sektor perbankan hingga otomotif menarik dikoleksi.
Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Roger M. M. menjelaskan hasil musim pendapatan semester I/2022 memang belum rampung 100 persen, tetapi banyak dari emiten big caps mencatatkan pertumbuhan laba yang tinggi.
"Ambil contoh laba bersih ASII yang tumbuh 106 persen, BBCA tumbuh 25 persen, atau BBRI tumbuh 99 persen. Ke depan kami masih optimis melihat kondisi pasar, walaupun The Fed masih akan menaikkan suku bunganya yang kemungkinan dilakukan kembali pada September 2022," paparnya kepada Bisnis, Minggu (7/8/2022).
Menurutnya, optimisme ini terkait atas data ekonomi Indonesia yang masih cukup solid dan pelemahan rupiah yang sudah mulai terlihat terbatas.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II/2022 yang baru saja diumumkan juga bertumbuh 5,44 persen atau di atas konsensus 5,17 persen.
Selanjutnya, data PMI Indonesia pada Juli 2022 juga relatif masih ekspansif di level 51,3 atau lebih baik dari Juni 2022 sebesar 50,2.
Baca Juga
"Tantangan ke depan masih dominan dari faktor eksternal yakni kenaikan suku bunga di US dan dari domestik terkait inflasi yang mulai menanjak," katanya.
Dia juga memprediksi The Fed masih akan menaikkan suku bunga pada September 2022 sebesar 50 basis poin (bps). Dengan begitu, faktor eksternal masih menantang.
"Kami merekomendasikan dari sektor perbankan, BBCA dengan target price [TP] Rp8.550, BMRI pada TP Rp10.200, BBRI dengan TP Rp5.350 dan BBNI dan sektor otomotif yang diwakili ASII," tuturnya.
Senada, Investment Analyst Stockbit Hendriko Gani juga menilai saham-saham perbankan cukup menarik di tengah pemulihan ekonomi Indonesia. Faktor pemulihan dan kemungkinan suku bunga naik menjadi katalis positif bagi sektor ini.
"Perbankan cukup oke, prospeknya di tengah pemulihan ekonomi Indonesia. Loan growth berpotensi tumbuh seiring ekspansi pada ekonomi Indonesia," ungkapnya.
Hendriko menerangkan tantangan saat ini terutama berasal dari inflasi dan resesi global.
Menurutnya, ketika inflasi ini kalau tidak ditangani oleh pemerintah dapat menggerus daya beli dari masyarakat dan melemahkan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Selain itu, dari sisi resesi global akan menjadi tantangan karena permintaan dari mitra dagang berpotensi mengalami penurunan.