Bisnis.com, JAKARTA —Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dibuka melemah pada Rabu (3/8/2022). Pada saat yang sama, indeks dolar AS berbalik menguat setelah sempat melemah setelah data ekonomi AS memperlihatkan penurunan ekonomi pada kuartal II/2022.
Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah ditutup melemah 0,15 persen atau turun 22,5 poin sehingga berada di posisi Rp14.911 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama, pada pukul 09.00 WIB terpantau menguat 0,07 persen ke level 106,31.
Sejumlah mata uang lain di kawasan Asia terpantau turut melemah yakni peso Filipina turun 0,39 persen, won Korea Selatan 0,18 persen, ringgit Malaysia melemah 0,05 persen, dan yen Jepang terpantau melemah 0,37 persen.
Sementara itu, dolar Singapura menguat 0,01 persen, rupee India menguat sebesar 0,39 persen, dan yuan China menguat 0,08 persen.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan untuk perdagangan hari ini rupiah akan dibuka fluktuatif, tetapi ditutup melemah di rentang Rp14.870—Rp15.000.
Ibrahim menyebutkan pelemahan mata uang Garuda terjadi di tengah aksi investor yang mempertimbangkan kemungkinan bahwa The Fed tidak akan menaikkan suku bunga seagresif yang diperkirakan. Proyeksi ini juga mengemuka menjelang kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan yang berpotensi meningkatkan ketegangan antara China dan AS.
Baca Juga
Dari dalam negeri, kebijakan moneter Indonesia sejauh ini lebih didasarkan pada inflasi inti dan pertumbuhan ekonomi. Pondasi utama kebijakan suku bunga didasarkan pada proyeksi inflasi inti ke depannya dan juga keseimbangan dengan pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, gejolak ekonomi luar negeri juga menjadi pertimbangan, termasuk kenaikan suku bunga di AS.
“Kebijakan suku bunga didasarkan pada proyeksi inflasi inti dan pertumbuhan ekonomi, karena inflasi inti mencerminkan permintaan dan penawaran. Dengan demikian, tidak secara otomatis jika suku bunga negara lain naik, maka suku bunga Indonesia juga ikut naik. Semuanya tergantung pada kondisi ekonomi di dalam negeri,” kata Ibrahim dalam riset hariannya, Selasa (2/8/2022).
Jika dilihat dari inflasi yang ada saat ini, inflasi IHK mencapai 4,94 persen secara tahunan dan hampir menyamai perkiraan Bank Indonesia.
Sementara itu, inflasi harga pangan pada bulan Juli adalah 11,47 persen yoy. Inflasi harga pangan dipicu oleh gangguan pasokan dari global dan faktor cuaca di dalam negeri.
Di sisi lain, inflasi inti yang mencerminkan kekuatan dari permintaan dan penawaran masih sangat rendah. Pada Juli 2022, inflasi inti berada di angka 2,86 persen, lebih rendah dari yang diperkirakan Bank Indonesia yaitu 2,99 persen.
Sementara itu, BI memperkirakan tingkat inflasi nasional pada 2022 akan mencapai kisaran 4,5 hingga 4,6 persen. Angka tersebut lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya 4,2 persen. Alhasil, ini dapat berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 berpotensi bias ke bawah pada kisaran perkiraan tahun ini sebesar 4,5 hingga 5,3 persen.