Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indeks LQ45 Loyo, Sentimen Global Jadi Beban

Hari ini, indeks LQ45 mengalami penurunan 2,78 persen atau 27,12 poin dibandingkan dengan hari sebelumnya dan parkir di posisi 947,212.
Karyawan melintas di dekat papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (8/3/2021). Bisnis/Abdurachman
Karyawan melintas di dekat papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (8/3/2021). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA – Kinerja indeks LQ45 masih dibayangi sejumlah sentimen global, membuatnya melemah pada perdagangan Senin (4/7/2022). Sejumlah sentimen global menjadi beban pemberat laju indeks. 

Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks LQ45 tersebut mengalami penurunan 2,78 persen atau 27,12 poin dibandingkan dengan hari sebelumnya dan parkir di posisi 947,212.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) Reza Priyambada mengungkapkan bahwa faktor penggerak indeks LQ45 di antaranya adanya potensi perang sehingga berimbas pada fluktuasi pergerakan harga komoditas.

Selain itu juga potensi kenaikan kembali suku bunga The Fed yang berimbas pada pergerakan nilai suku bunga global dan volatilitas nilai tukar mata uang hingga sentimen di dalam negeri dari pembagian dividen dan rilis kinerja emiten di semester I/2022 dan kuartal III/2022.

“Sementara itu, untuk arus modal, ini yang dikhawatirkan bisa mengalami penurunan seiring dengan belum membaiknya sentimen yang ada,” ungkapnya kepada Bisnis, dikutip Senin (4/7/2022).

Adapun, jika sentimen terkait dengan komoditas masih menjadi topik, bisa jadi saham-saham komoditas akan menjadi pilihan pelaku pasar, seperti saham PTBA, BUMI, ITMG, PGAS, dan lainnya.

“Saham emiten tambang juga bisa jadi menjadi penopang tahun ini, kalau sentimen yang ada berimbas pada fluktuasi harga komoditas,” imbuhnya.

Sementara itu, adanya konflik geopolitik juga berimbas secara tidak langsung. Terutama dari pergerakan harga komditas pangan.

“Misalkan, harga kontrak gandum mengalami kenaikan maka berimbas pada harga kontrak jagung, kontrak sawit, dan lainnya. Kalau harga-harga ini naik maka beban bahan baku emiten bisa berimbas negatif termasuk pada kinerja emiten juga,” jelas Reza.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Editor : Farid Firdaus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper