Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Dibuka Naik Tipis, Efek Pengumuman BI Memudar?

Rupiah menguat tipis pada awla perdagangan seiring dengan keputusan BI menahan suku bunga acuan BI7DDR.
Petugas menghitung uang dolar AS di Cash Pooling Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (23/6/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Petugas menghitung uang dolar AS di Cash Pooling Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (23/6/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dibuka menguat tipis pada awal perdagangan hari ini, Jumat (24/6/2022) setelah Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan mempertahankan tingkat suku bunga di level 3,5 persen.

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah dibuka menguat 1,5 poin atau 0,01 persen ke Rp14.839 setelah sempat turun 3,5 poin ke posisi Rp14.844 per dolar AS. Sementara indeks dolar AS pada pukul 09.00 WIB terpantau melemah 0,09 persen ke level 104,33.

Mata uang lain di kawasan Asia dibuka bervariasi pada perdagangan hari ini. Salah satu mata uang yang menguat di antaranya adalah yen Jepang yang naik 0,13 persen, won Korea Selatan naik 0,14 persen, yuan China menguat 0,01 persen. Sementara baht Thailand melemah 0,12 persen.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi sebelumnya menyebutkan penguatan indeks dolar AS terhadap mata uang lain disebabkan oleh aksi investor yang menunggu isyarat kebijakan moneter dari AS dalam kesaksian Ketua The Fed kepada Kongres AS.

Dia mengatakan kebijakan moneter agresif dari The Fed telah memicu kekhawatiran perlambatan pertumbuhan ekonomi dan ini menjadi tanda-tanda perekonomian AS sedang menuju resesi.

Dari dalam negeri Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50 persen.

Sejalan dengan keputusan ini, Bank Indonesia (BI) menetapkan suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25 persen.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam mengatakan keputusan ini sejalan dengan perlunya pengendalian inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, serta tetap mendukung pertumbuhan ekonomi, di tengah naiknya tekanan eksternal terkait dengan meningkatnya risiko stagflasi di berbagai negara.

Meski demikian, Perry juga menegaskan masuknya aliran net inflow US$1,5 miliar turut menjadi pertimbangan. BI memperkirakan pada akhir tahun neraca pembayaran juga masih terjaga dengan defisit 0,5 sampai 1,3 persen dari PDB. Neraca pembayaran sendiri ditopang harga komoditas yang tinggi.

Sementara, Strategist Standard Chartered Steve Englander menyatakan kepada Bloomberg, dolar AS masih memiliki potensi untuk reli sebesar 5 persen. Kenaikan dipicu ketakutan masyarakat akan inflasi dan respon The Fed terhadap kemungkinan resesi.

“Dolar dapat mengalami kenaikan didasarkan pada asumsi bahwa kondisi keuangan akan semakin ketat,” ujar Englander.

Lebih lanjut, dolar AS juga bisa turun sampai 5 persen atau lebih untuk sementara waktu, tergantung oleh posisi pasar ke depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper