Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak berpeluang bergerak volatil di tengah kekhawatiran perlambatan permintaan yang disebabkan masih berlangsungnya penyebaran wabah Covid-19 di China serta rencana embargo minyak Rusia oleh Eropa.
Berdasarkan data Bloomberg, Rabu (4/5/2022), harga minyak mentah di West Texas Intermediate (WTI) mengalami penurunan 1,8 poin atau 1,71 persen ke US$103,34 per barel. Sementara itu, harga minyak Brent tercatat turun 1,75 poin atau 1,63 persen ke US$105,83 per barel.
Analis Monex Investindo Futures, Faisyal, menyebutkan bahwa Beijing baru-baru ini melaporkan lusinan kasus baru setiap harinya, seiring dengan pemerintah setempat yang menguji penduduk secara massal untuk mencegah lockdown serupa dengan yang dilakukan Shanghai selama sebulan terakhir.
Sementara itu, dari perkembangan ketegangan Eropa dengan Rusia terlihat memburuk seiring meningkatnya prospek sanksi Uni Eropa terhadap Rusia. Komisi Eropa diperkirakan akan menyelesaikannya pada hari Selasa terkait paket sanksi Uni Eropa berikutnya terhadap Rusia, yang mencakup larangan membeli minyak Rusia.
“Selanjutnya fokus pasar akan tertuju pada putaran baru laporan suplai dan cadangan minyak di AS. Sejumlah analis memperkirakan cadangan minyak mentah AS akan turun sebesar 1,2 juta barel dalam tingkat mingguan yang berakhir 29 April,” tulis Faisyal dalam riset harian, dikutip Rabu (4/5/2022).
Selain itu, pasar juga memantau rilis data cadangan minyak mentah AS dari American Petroleum Institute (API) pukul 03:30 WIB.
MIFX sebelumya memperkirakan bahwa minyak berpeluang dibeli selama bergerak di atas level support di US$103 per barel, dan berpotensi jika bergerak naik bisa membidik resistance terdekat di US$105.
Namun, jika bergerak turun hingga menembus ke bawah level US$103,00, minyak berpeluang dijual karena berpotensi turun lebih lanjut membidik support selanjutnya di US$101,80 per barel.