Bisnis.com, JAKARTA – Pasar obligasi Indonesia terpantau cukup aktif dari sisi penerbitan meski tingkat imbal hasil (yield) tengah tertekan.
Tercatat, sejumlah perusahaan tengah bersiap melakukan emisi obligasi korporasi. Emiten pengembang properti, PT Bumi Serpong Damai Tbk. (BSDE) akan menerbitkan obligasi dan sukuk dengan total nilai sebanyak-banyaknya sebesar Rp1 triliun.
Obligasi yang akan diterbitkan pada kuartal I/2022 tersebut adalah Obligasi Berkelanjutan III Bumi Serpong Damai Tahap I Tahun 2022 sebanyak-banyaknya sebesar Rp800 miliar. BSDE juga akan menerbitkan surat utang syariah yaitu Sukuk Ijarah Berkelanjutan I Bumi Serpong Damai Tahap 1 Tahun 2022 sebanyak-banyaknya sebesar Rp200 miliar.
Selanjutnya, emiten konsumer PT Mayora Indah Tbk akan menerbitkan surat utang dalam bentuk obligasi senilai Rp1,5 triliun.
Dalam keterbukaan informasi pada laman KSEI, emiten berkode saham MYOR itu akan menerbitkan dua seri surat utang konvensional yang terdiri dari seri A akan ditawarkan sebanyak Rp1,2 triliun miliar dengan tenor 5 tahun dan tingkat bunga tetap 7 persen.
Selanjutnya, seri B akan ditawarkan sebanyak Rp300 miliar dengan tenor 7 tahun dan kupon sebesar 7,5 persen.
Baca Juga
Sementara itu, pemerintah menargetkan dana sebesar Rp241 triliun dari lelang Surat Berharga Negara (SBN) pada kuartal I/2022. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan hingga 8 Maret 2022, pemerintah mengumpulkan dana Rp187,12 triliun atau 77,64% dari target yang ditetapkan. Artinya, pemerintah masih perlu mendapatkan Rp53,88 triliun pada kesempatan lelang yang tersisa.
Pada bulan ini, pemerintah masih memiliki dua kesempatan lelang untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut. Adapun, pada Selasa (15/3/2022) besok, pemerintah bakal menggelar lelang surat utang negara (SUN) dengan target pengumpulan dana Rp20 triliun hingga Rp30 triliun.
Terkait hal tersebut, Farash Farich mengatakan, periode kuartal I – kuartal II 2022 merupakan momentum yang tepat untuk menerbitkan obligasi, terutama dari sisi korporasi. Hal ini mengingat kenaikan suku bunga The Fed kemungkinan belum terealisasi pada periode tersebut.
“Menurut saya setidaknya rentang waktu tersebut menjadi yang terbaik tahun ini, setelah itu ada kemungkinan yield lebih tinggi,” katanya saat dihubungi, Senin (14/3/2022).
Selain itu, ia juga menilai tingkat imbal hasil obligasi Indonesia masih cukup baik meski tengah ditekan sejumlah sentimen negatif. Ia mengatakan, yield SBN Indonesia seri acuan 10 tahun sempat menyentuh kisaran 7,5 persen – 8 persen pada tahun 2018 lalu.
Senada, Head of Research & Market Information Department Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI) Roby Rushandie menyebutkan, saat ini menjadi momen yang tepat bagi korporasi untuk melakukan emisi surat utang. Hal ini karena suku bunga acuan BI yang masih bertahan di level rendah.
“Sementara, diluar kuartal I/2022 menurut saya ketidakpastiannya lebih tinggi bagi korporasi. Apalagi, suku bunga The Fed berpeluang naik lebih tinggi nantinya,” ujarnya.
Roby melanjutkan, minat investor terhadap obligasi Indonesia masih cukup positif sejauh ini, baik untuk SBN maupun surat utang korporasi. Hal tersebut seiring dengan kebutuhan investor terhadap instrumen investasi dan tingkat likuiditas yang cukup optimal.
Selain itu, SBN dan obligasi korporasi Indonesia memiliki daya tariknya tersendiri. Investor masih memandang SBN Indonesia sebagai instrumen yang aman ditengah tingginya ketidakpastian pasar.
“Sedangkan, obligasi korporasi memiliki daya tarik di yield yang lebih tinggi sesuai profil risikonya,” pungkasnya.