Bisnis.com, JAKARTA — Calon emiten anak usaha BUMN, PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), mengungkapkan masih fokus pengembangan bisnis dan belum dapat menyampaikan kemungkinan penerapan greenshoe option dalam proses penawaran umum perdana (IPO) perusahaannya.
Corporate Secretary Pertamina Geothermal Energy Muhammad Baron menjelaskan terkait proses alternatif pembiayaan program pengembangan bisnis, PGE belum dapat menyampaikan informasi dan ini untuk memenuhi ketentuan yang berlaku.
"Saat ini informasi-informasi terkait proses [termasuk pemanfaatan skema greenshoe option] belum dapat kami sampaikan," ungkapnya kepada Bisnis, Minggu (6/3/2022).
Lebih lanjut, PGE terangnya, tetap fokus atas pengembangan bisnis geothermal dalam menunjang program transisi energi dari pemerintah.
Kementerian BUMN menargetkan dapat melakukan penawaran umum perdana saham PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) pada semester I/2022. Dengan rincian jadwal Maret 2022 registrasi dan Juni 2022 sudah melantai di bursa.
Target dana yang ingin dicapai antara US$400 — US$500 juta atau setara Rp5,72 triliun--Rp7,15 triliun (kurs Rp14.300).
Baca Juga
Dana yang dikumpulkan akan dipakai untuk pengembangan energi baru terbarukan (EBT) dari geothermal dengan meningkatkan kapasitas dari 672 megawatt (MW) pada 2020 menjadi 1.128 MW selama 4 tahun ke depan.
Sebelumnya, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengajukan mekanisme opsi lelang tambahan atau greenshoe option saat penawaran umum saham perdana ke publik (IPO) di masa depan.
Usulan ini untuk menghindari terulangnya kasus anjloknya harga saham PT Dayamitra Teknologi Tbk. (MTEL) atau Mitratel saat baru masuk bursa saham.
Wakil Menteri II Kementerian BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan skema greenshoe telah menjadi hal umum dalam pelaksanaan IPO di luar negeri. Hal ini penting karena BUMN tidak dapat melakukan penyediaan likuiditas saat IPO.
"Kami lagi usulkan supaya IPO-IPO (BUMN) ke depan ada porsi greenshoe supaya (perseroan) bisa beli di hari pertama dan kedua. Ke depan, IPO-IPO BUMN ada grenshoe-nya," kata Kartiko dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR, Kamis (2/12/2022).
Menurut Tiko, kasus yang menimpa saham Mitratel karena rentang harga saham IPO Mitratel cukup besar mengingat valuasi perusahaan juga besar. Penurunan harga Mitratel saat itu akibat dua faktor, yakni momentum dan ada pengelola investasi global yang melepas saham Mitratel.