Bisnis.com, JAKARTA - Emiten pertambangan batu bara yang dinakhodai Garibaldi 'Boy' Thohir PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) menargetkan produksi batu bara pada 2022 berkisar 58 juta-60 juta ton. Adaro pun mengincar rekor raihan Ebitda operasional.
Dalam keterangan resminya pada Kamis (24/2/2022), ADRO menargetkan produksi batu bara pada 2022 sejumlah 58 juta-60 juta ton. Volume itu meningkat dari realisasi produksi pada 2021 sejumlah 52,7 juta ton dan volume penjualan 51,58 juta ton.
"Volume produksi batu bara pada 2021 sesuai target di kisaran 52 juta-54 juta ton. Pada 2022, panduan produksi batu bara 58 juta-60 juta ton," papar manajemen Adaro.
Seiring dengan peningkatan produksi batu bara, ADRO pun membidik pertumbuhan Ebitda operasional di kisaran US$1,9 miliar-US$2,2 miliar atau sekitar Rp27,17 triliun-Rp31,46 triliun.
Sebelumnya, pada awal Desember 2021, Boy Tjhohir sudah merevisi target Ebitda operasional ADRO sampai akhir 2021 di kisaran US$1,75 miliar-US$1,9 miliar, dari target awal di rentang US$750 juta-US$900 juta.
Mengutip data perusahaan, setidaknya target Ebitda operasional tersebut mencapai level tertinggi dalam 10 tahun terakhir. ADRO pernah mencatatkan Ebitda operasional US$1,5 miliar pada 2011 dan US$1,4 miliar pada 2018.
Baca Juga
Sementara itu, nisbah kupas pada 2022 ditargetkan mencapai 4,1 kali. Nisbah kupas tahun 2021 mencapai 4,15 kali, di bawah target yang ditetapkan 4,80 kali, akibat faktor cuaca yang kurang mendukung di sepanjang tahun, yang mempengaruhi aktivitas pengupasan lapisan penutup.
ADRO pun mengalokasikan belanja modal sekitar US$300 juta-US450 juta pada 2022, atau sekitar Rp4,29 triliun-Rp6,43 triliun.
Pada 2021, produk batu bara Adaro yang paling banyak terjual ialah E4700, E4900, dan E4200 meliputi lebih dari tiga per empat volume penjualan batu bara perseroan.
Penjualan paling banyak ke Indonesia 28 persen, Asia Tenggara 20 persen, Asia Timur 20 persen, China 19 persen, India 11 persen, dan lainnya 2 persen.
Pada kuartal IV/2021, perbaikan kegiatan ekonomi di beberapa negara berkat stimulus fiskal dan moneter serta pelonggaran terhadap pembatasan Covid-19, bersama dengan kekurangan suplai di pasar seaborne global, telah menyebabkan harga batu bara melonjak.
Harga batu bara tetap kuat pada kuartal IV/2021, dengan harga rata-rata batu bara Indonesia 5000 GAR dan 4200 GAR masing-masing melebihi US$130/ton dan US$90/ton.
Kedua indeks mencatat peningkatan sekitar 30 persen dibandingkan dengan kuartal III/2021. Harga rata-rata FOB Newcastle 6000 NAR melebihi US$180/ton, atau naik lebih dari US$25/ton dari kuartal sebelumnya.
Di pasar China, persediaan yang sangat rendah menimbulkan kekuatiran akan krisis energi di awal kuartal ini, yang menyebabkan minat China terhadap batu bara impor naik signifikan.
Harga batu bara subbituminous melonjak tinggi sampai melebihi USS$200/ton untuk basis 5000 GAR akibat naiknya harga batu bara domestik China. Intervensi pemerintah China yang kemudian diberlakukan menurunkan harga domestik, juga permintaan terhadap impor.