Bisnis.com, JAKARTA – Adanya larangan ekspor batu bara membuat emiten milik Raja Batu Bara PT Bayan Resources Tbk. (BYAN) dan anak usahanya berpotensi kehilangan pendapatan hingga US$260 juta atau Rp3,72 triliun (kurs Rp14.400 per dolar AS)
Berdasarkan keterbukaan informasi perusahaan di Bursa Efek Indonesia pada Senin (17/1/2022), Direktur Utama BYAN Dato’ Low Tuck Kwong menyampaikan bahwa melalui anak-anak usahanya seperti PT Bara Tabang, PT Fajar Sakti Prima, PT Firman Ketaun Perkasa, PT Tegus Sinarabadi, dan PT Wahana Baratama Mining mengeluarkan pemberitahuan mengenai keadaan kahar atau force majeure.
Keadaan tersebut di luar kuasa BYAN dan tidak bisa diperkirakan sehingga seumlah kewajiban yang telah ditentukan dalam kontrak dengan pihak lain tidak dapat dipenuhi.
Kelima anak usaha Bayan tersebut tidak dapat memenuhi kewajiban pengiriman batu bara smpai dengan 31 Januari 2022, terkait dengan adanya kebijakan larangan ekspor batu bara mulai 1 Januari – 31 Januari 2022 yang dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Adapun, larangan tersebut keluar karena adanya laporan terkait krisis pasokan baru bara di PLTU milik PT PLN dan IPP.
“Perseroan dan anak-anak usahanya tidak dapat memenuhi kewajiban pengiriman batu baranya sesiai dengan kontrak dan perseroan serta anak usaha mengalami kehilangan pendapatan pada Januari 2022 kurang lebih sebesar US$260 juta,” tulisnya dalam keterbukaan informasi, dikutip Senin (17/1/2022).
Perseroan juga harus melakukan negosiasi dengan para pelanggan untuk melakukan penjadwalan ulang atas pengiriman batu bara yang tidak dapat dikirimkan tersebut.
Terbaru, Kementerian ESDM sudah mencabut aturan larangan batu bara bagi perusahaan yang sudah memenuhi kebijakan pasar domestik (DMO). Kementerian ESDM menegaskan ekspor hanya diberikan bagi perusahaan yang telah memenuhi kewajiban DMO 100 persen atau lebih.
Ketetapan itu dikeluarkan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM melalui surat bernomor B 165/MB.05/DJB.B/2022 tertanggal 13 Januari 2022.