Bisnis.com, JAKARTA – Perkembangan non-fungible token (NFT) dan efisiensi aktivitas penambangan (mining) akan menjadi katalis utama yang menjadi motor penggerak kenaikan harga Bitcoin.
Komisaris Utama PT HFX Internasional Berjangka Sutopo Widodo meyakini harga Bitcoin akan kembali menguat pada tahun 2022. Hal ini salah satunya ditopang oleh pertumbuhan bisnis di pasar kripto global.
Ia menjelaskan, legitimasi aset ini akan semakin kuat seiring dengan banyaknya bisnis kripto dan bidang terkait lainnya yang akan go public.
Prospek positif Bitcoin turut ditopang oleh perkembangan NFT. Saat ini, NFT telah menyentuh budaya arus utama dengan jutaan pengguna dan perkembangannya diprediksi semakin besar pada tahun depan yang akan berimbas positif terhadap Bitcoin.
Baru-baru ini, penyanyi Syahrini masuk ke bisnis NFT. Istri Reino Barack tersebut merilis NFT dengan wujud avatar dirinya pada salah satu platform jual-beli kripto terkemuka Binance pada Selasa, 14 Desember 2021. NFT tersebut terjual sebanyak 17.800 buah dengan harga per masing-masing NFT sebesar US$20 Binance (Binance USD/BUSD).
Selain itu, perkembangan aktivitas penambangan (mining) dengan energi yang lebih efisien dari Bitcoin dan aset kripto lain seperti Ethereum (ETH) akan menekan katalis negatif terkait penggunaan listrik yang tidak efisien.
Baca Juga
“Aset-aset kripto mengalami peningkatan perangkat lunak utama yang menjauhkannya dari aktivitas penambangan boros energi dan meningkatkan kapasitas jaringan,” jelasnya saat dihubungi pada Selasa (21/12/2021).
Seiring dengan hal tersebut, Sutopo menetapkan proyeksi harga Bitcoin pada kuartal I/2022 berada di kisaran US$50.000 – US$60.000. Sementara itu, hingga akhir tahun depan Bitcoin diperkirakan bergerak pada rentang US$78.000 -US$80.000.
Sementara itu, Sutopo memaparkan, koreksi pada harga Bitcoin yang telah berlangsung selama 5 pekan beruntun terjadi seiring dengan prospek tapering The Fed yang semakin jelas. Hal tersebut menimbulkan gelombang ketidakpastian ditengah pelaku pasar kripto.
Selain itu, harga Bitcoin juga ditekan oleh potensi kenaikan suku bunga global. Pelaku pasar terutama memperhatikan rencana kenaikan suku bunga The Fed dan Bank Of England (BOE) yang secara mengejutkan mengerek naik suku bunga acuannya pada akhir tahun ini.
Sutopo melanjutkan, ketika harga Bitcoin melonjak di awal tahun, beberapa investor institusional yang cerdas sudah semakin berhati-hati terhadap aset kripto setelah gelombang pembelian pada Oktober 2021.
Seiring dengan masuknya pedagang ritel, beberapa investor institusional mulai meningkatkan kekhawatiran tentang spekulasi yang menggila. Hal ini dipicu juga oleh dana lindung nilai yang dikelola secara aktif dan indeks pasif yang dibangun di sekitar alokasi tinggi untuk Bitcoin, namun memiliki umur simpan yang sangat singkat.
“Hal ini memicu terjadinya likuidasi besar-besaran pada November lalu, yang meninggalkan investor ritel dalam kerugian yang parah ditengah gelombang prospek pengurangan stimulus dan kenaikan suku bunga global,” jelasnya.
Sutopo memprediksi, ruang penguatan Bitcoin di sisa tahun 2021 tidak besar. Pasalnya, saat ini pasar Bitcoin cenderung minim sentimen.
Menurutnya, peluang kenaikan Bitcoin muncul jika ada pernyataan dari penggerak pasar seperti Pendiri Tesla, Elon Musk. Sutopo menuturkan, reli harga yang cepat dalam Bitcoin hampir tidak pernah terdengar tanpa adanya pernyataan dari para penggerak pasar seperti Musk.
Seiring dengan hal tersebut, ia memprediksi harga Bitcoin akan berada di kisaran sekitar US$45,000 - US$50,000 hingga akhir 2021.
“Rekomendasi kami hingga akhir tahun ini, bisa masuk dan beli di kisaran harga sekitar US$46,000 - US$48,000,” imbuhnya.