Bisnis.com, JAKARTA – Banyak investor berharap Desember akan menjadi musim panen untuk trading saham berkat momentum window dressing. Tapi apakah window dressing itu harus?
Senior Analyst Henan Putihrai Sekuritas Liza Camelia Suryanata mengatakan bila window dressing itu tidak harus. Menurutnya momentum tersebut bukan sesuatu kewajiban bagi para manajer investasi.
“Terlebih ketika IHSG secara teknikal sebenarnya sudah mencapai target konservatif tahun ini di sekitar 6.750,” katanya kepada Bisnis pada Selasa (30/11/2021).
Liza menambahkan terdapat beberapa faktor yang bakal mempengaruhi window dressing tahun ini.
Pertama munculnya varian baru virus Covid dari Afrika Selatan yaitu Omicron yang dipercaya mengandung dua kali lebih banyak mutasi daripada Delta.
Kedua, beberapa negara Eropa kembali menerapkan lockdown serta bersiap untuk serangan Covid yang ke sekian kalinya.
Ketiga, faktor dari dalam negeri seperti pengetatan PPKM pada akhir tahun juga akan memberikan dampak.
Baca Juga
“Keempat pasar akan cenderung lebih volatile karena selain ancaman varian baru Covid-19 di atas, pasar akan masih dibayangi oleh persiapan kenaikan suku bunga akibat tapering yang bahkan sudah dimulai beberapa negara seperti Korea Selatan dan New Zealand,” imbuhnya.
Dia menilai cepat atau lambat hal serupa akan berimbas pada Indonesia yang sebenarnya masih membutuhkan kebijakan moneter longgar agar mampu mendongkrak belanja masyarakat dan korporasi lebih lagi.
Dia berharap OJK mampu mengakomodir rencana IPO sejumlah perusahaan teknologi demi melancarkan inflow ke pasar modal.
Kelima, pasar Indonesia didorong oleh sektor komoditas akan sulit karena supply and demand global yang terancam macet lagi kembali memperlambat revenue perusahaan yang baru mulai pulih.
“Jadi, untuk target akhir tahun, saya berpendapat jika IHSG masih bisa dipertahankan di atas level support 6.500, atau bahkan mampu ditutup sekitar range resistance 6750-6850 itu akan sudah cukup baik,” pungkasnya.