Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sentimen Positif Bakal Cerahkan IHSG di Desember, Apa Saja?

Saham-saham big caps anggota LQ45 mesti diperhatikan menjelang akhir tahun ini.
Karyawan berada di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (24/6/2021). /Bisnis-Himawan L Nugraha
Karyawan berada di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (24/6/2021). /Bisnis-Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Jelang Desember 2021, indeks harga saham gabungan (IHSG) dipastikan kembali melompat dengan sejumlah sentimen utama seperti window dressing. Saham-saham big caps anggota LQ45 mesti diperhatikan.

Pengamat Pasar Modal dari Asosiasi Analis Efek Indonesia Reza Priyambada mengungkapkan window dressing merupakan fenomena yang diikuti dengan aksi beli masif jelang akhir tahun, sehingga berimbas pada naiknya harga saham dan juga indeks acuan saham.

"Terjadinya aksi beli ini karena adanya persepsi dari sebagian pelaku pasar bahwa jelang akhir tahun market akan naik," urainya kepada Bisnis, Minggu (28/11/2021).

Dia menilai kenaikan IHSG tersebut merupakan hasil dari persepsi para pelaku pasar yang sama-sama berpikir akan terjadi window dressing. Reza menegaskan bahwa tidak mungkin pasar naik kalau tidak ada aksi beli.

Lebih lanjut, menurutnya, karena saham-saham yang dipilih kebanyakan oleh investor institusi merupakan saham dengan kapitalisasi besar, sehingga saham-saham big caps yang cenderung likuid yang menarik diperhatikan.

"Indeks bisa naik jika didukung oleh saham-saham yang nilai kapitalisasi pasarnya besar," ujarnya.

Sentimen pasar di Desember terangnya, masih akan datang dari data ekonomi makro, seperti data inflasi, data ekspor impor, data pertumbuhan ekonomi, hingga sentimen window dressing.

Di sisi lain, sentimen tapering The Fed ditengarai akan menjadi pengganjal bagi IHSG dapat memantul lebih tinggi pada Desember ini.

"Selain itu, dahulu pernah di zamannya Presiden sebelum Joe Biden jelang akhir tahun Pemerintah AS berselisih soal pagu utang, debt ceiling. Akhirnya, membuat window dressing tidak terjadi karena orang akhirnya banyak pasang posisi jual," paparnya.

Hal ini memperkuat pandangannya bahwa window dressing merupakan persepsi dan asumsi dari pelaku pasar. Disadari atau tidak, pelaku pasar secara keseluruhan dan bersama-sama yang membuat window dressing terjadi.

"Biasanya kalau market cenderung naik biasanya leading-nya yang kapitalisasi pasarnya besar dan kapitalisasi pasar besar ada di saham-saham banking," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper