Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah ditutup melemah 70 poin atau 0,49 persen ke Rp14.357,50 per dolar AS pada akhir pekan ini.
Berdasarkan data Bloomberg, Jumat (26/11/2021), indeks dolar AS juga turun 0,40 persen atau 0,39 poin ke 96,39 pada 15.40 WIB. Sementara itu, mayoritas mata uang Asia turut melemah di hadapan dolar AS.
Won Korea Selatan tercatat turun 0,29 persen, peso Filipina melemah 0,08 persen, yuan China tergelincir 0,08 persen, ringgit Malaysia ambles 0,29 persen dan bath Thailand turun 0,75 persen. Adapun, hanya yen Jepang yang mampu menguat 1,20 persen.
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, indeks dolar AS melemah namun masih di level tertinggi 96,67 pada Jumat. Tetapi kerugian diminimalkan karena meningkatnya kekhawatiran tentang varian Covid-19 yang baru ditemukan mengurangi selera risiko investor.
Di Eropa, meningkatnya jumlah kasus Covid-19 mendorong Jerman untuk mempertimbangkan mengikuti jejak tetangganya Austria dan memberlakukan kembali penguncian.
“Sementara itu, nada yang semakin hawkish dari Federal Reserve AS telah meningkatkan taruhan kenaikan suku bunga pada pertengahan 2022, sementara rekan-rekan di Eropa dan Jepang tetap pada sikap yang lebih dovish,” kata dia dalam riset harian, Jumat (26/11/2021).
Baca Juga
Adapaun Gubernur Bank of Japan Haruhiko Kuroda menegaskan kembali komitmennya untuk stimulus moneter besar-besaran pekan lalu, sementara risalah dari pertemuan Oktober Bank Sentral Eropa, yang dirilis pada Kamis (25/22/2021), mengisyaratkan stimulus lanjutan dan pendekatan yang hati-hati terhadap setiap perubahan kebijakan.
Dari dalam negeri, pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV/2021 berpotensi tumbuh di atas 5 persen setelah pada kuartal III/2021 mengalami sedikit penurunan akibat merebaknya Covid-19 varian Delta.
Sedangkan keseluruhan tahun 2021 diperkirakan pertumbuhan ekonomi sekitar 3,5 persen hingga 4 persen, walaupun pemeringkat rating internasional memprediksi hanya 3,1 persen.
Hasil pemeringkat lembaga internasional tersebut dilatarbelakangi oleh tanda-tanda pemulihan ekonomi nasional yang semakin nyata yakni salah satunya tercermin dari terjaganya tingkat inflasi 1,7 persen dan nilai tukar yang hanya sedikit mengalami depresiasi.
Selain itu, lanjut Ibrahim, pemulihan ekonomi nasional juga terlihat dari PMI Manufaktur Indonesia yang pada Oktober berada di level 57,2. Ini merupakan rekor dari sejak pra pendemi dengan impor bahan baku dan barang modal yang turut menunjukkan pertumbuhan yang kokoh.
“Selanjutnya, dari konsumsi yaitu Indeks Keyakinan Konsumen mengalami perbaikan signifikan serta Indeks Penjualan Ritel juga rebound di level ekspansi,” jelas dia.
Pertumbuhan ekonomi, lanjutnya, diperkirakan terus menguat seiring dengan kondisi pandemi yang relatif terjaga. Tak hanya itu, aktivitas investasi relatif stabil di masa puncak varian Delta dan akan berlanjut pada kuartal IV/2021. Hal tersebut ditambah net ekspor yang juga diperkirakan masih lebar pada kuartal IV/2021 didorong permintaan dan harga komoditas global yang masih tinggi.
Pada bagian lain, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan agar Pemerintah dan DPR memperbaiki UU Cipta Kerja dalam jangka waktu 2 tahun ke depan.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan Kadin Indonesia, Adi Mahfudz memperkirakan tidak akan ada perubahan mengenai UMP tahun 2022. Pasalnya, kata dia, meskipun diminta untuk diperbaiki, UU Cipta Kerja tetap berlaku.
Penetapan UMP ini menjadi satu-satunya turunan UU Cipta Kerja yang mulai diimplementasikan oleh pemerintah yang keputusannya baru berlaku pada 2022 mendatang.
Untuk perdagangan pekan depan (29/11/2021), Ibrahim memperkirakan mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp.14.340 - Rp.14.390.