Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah mengakhiri perdagangan awal pekan ini pada teritori negatif.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah terdepresiasi 0,74 persen menjadi Rp14.272 per dolar AS pada akhir perdagangan Senin (1/11/2021).
Mata uang Garuda tak merunduk sendiri sore ini. Bersama rupiah, yen Jepang turun 0,40 persen, dolar Singapura turun 0,15 persen, dan dolar Taiwan turun 0,22 persen. Sementara itu, yuan China menguat 0,04 persen.
Adapun indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan sekeranjang mata uang utama dunia menguat 0,14 persen menjadi 94,220 sore ini.
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan penguatan dolar AS yang tetap berada di level tertinggi selama dua minggu lebih didorong oleh kenaikan inflasi di AS. Adapun, penguatan inflasi di Negeri Paman Sam kian mengkonfirmasi peluang Bank Sentral AS (Federal Reserve) menaikkan suku bunga.
“Ukuran inflasi pilihan The Fed melanjutkan laju inflasi pada tingkat yang tidak terlihat dalam 30 tahun dan memperkuat ekspektasi pasar untuk kenaikan suku bunga sekitar pertengahan 2022,” tulis Ibrahim dalam riset harian, Senin (1/11/2021).
Baca Juga
Setelah rilis data tersebut, sebanyak 90 persen dari konsensus yang melacak ekspektasi perubahan suku bunga dalam jangka pendek memperkirakan suku bunga di AS akan dinaikkan mulai Desember.
Kendati demikian, Menteri Keuangan AS Janet Yellen menilai inflasi yang terjadi saat ini masih akibat sementara dari kemacetan rantai pasokan yang parah dan baru akan normal pada 2022.
Dari dalam negeri, perkembangan pandemi kian positif karena tingkat penularan Covid-19 terjadi penurunan.
“Guna untuk menanggulangi ini semua maka, Pemerintah terus meningkatkan ketersediaan stok vaksin guna untuk melakukan vaksinasi terutama di daerah-daerah terpencil yang belum di vaksinasi,” tulis Ibrahim.
Ibrahim memperkirakan rupiah masih akan bergerak fluktuatif dan ditutup melemah pada perdagangan Selasa (2/11/2021) pada rentang Rp14.260 - Rp14.320.