Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah menetapkan tarif PPh Badan berada pada posisi 22 persen, tidak berubah sama sekali.
Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal Universitas Indonesia Budi Frensidy menyatakan tarif pajak PPh Badan sebesar 22 persen sepatutnya disyukuri oleh perusahaan-perusahaan tercatat. Pasalnya dia menilai keputusan itu adalah yang terbaik.
“Pajak 22 persen pun emiten harus mensyukuri karena pemerintah sebenarnya sudah terlalu cepat bereaksi dalam kompetisi menurunkan tarif PPh dan sekarang terlihat menyesal atas keputusannya,” katanya kepada Bisnis pada Kamis (7/10/2021).
Budi menambahkan kemungkinan emiten sedikit kecewa dengan keputusan tersebut. Namun dia menilai keputusan itu telah tepat untuk mengurangi defisit anggaran. Meskipun hanya berefek dalam jangka pendek menurut perkiraannya.
“Saat tarif PPh diturunkan ke 22 persen pun, saya tidak setuju karena kita hanya mengekor Singapura dan beberapa negara yang tarif PPh-nya lebih rendah daripada kita padahal kondisi geografis dan tax ratio kita berbeda sekali,” imbuhnya.
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan optimistis RUU HPP akan mendorong penerimaan perpajakan dan peningkatan tax ratio Indonesia yang saat ini masih tercatat rendah.
Baca Juga
Rasio pajak Indonesia saat ini berkisar antara 9 hingga 11 persen dari PDB, jauh di bawah negara-negara Asean, misalnya Kamboja, Filipina, Vietnam, dan Thailand yang mencapai kisaran 16 hingga 18 persen dari PDB.
Di samping itu, Heri mengatakan perubahan dinamika global yang begitu cepat belum diantisipasi oleh regulasi perpajakan saat ini sehingga masih ada celah untuk menghindari pajak secara lintas yurisdiksi. Regulasi perpajakan pun dinilai lambat merespons eksistensi bisnis digital dan transaksi dengan e-commerce.
“Berdasar latar belakang keadaan itulah DPR dan pemerintah sepakat untuk melakukan harmonisasi peraturan perpajakan. Dalam rangka itu segenap regulasi perlu disempurnakan dan perlu dibuat untuk menopangnya,” katanya.