Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Awal Bulan Oktober, Rupiah Dibuka Melemah

nilai tukar rupiah di pasar spot dibuka melemah 0,04 persen atau 5,5 poin ke level Rp14.318 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS terpantau menguat 0,10 persen ke 94,32.
Karyawan menunjukan Dolar AS di Jakarta, Rabu (27/1/2021). Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 15 poin atau 0,11 persen menjadi Rp14.050 per dolar AS. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan menunjukan Dolar AS di Jakarta, Rabu (27/1/2021). Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 15 poin atau 0,11 persen menjadi Rp14.050 per dolar AS. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terpantau melemah pada perdagangan hari ini, Jumat (1/10/2021).

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot dibuka melemah 0,04 persen atau 5,5 poin ke level Rp14.318 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS terpantau menguat 0,10 persen ke 94,32.

Dolar tergelincir pada akhir transaksi Kamis, tertekan oleh kenaikan klaim pengangguran mingguan AS, dengan investor juga mengonsolidasikan keuntungan mereka setelah kenaikan tajam dalam beberapa sesi terakhir.

Klaim pengangguran awal AS naik untuk minggu ketiga berturut-turut menjadi 362.000 untuk periode yang berakhir 25 September. Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan 335.000 permohonan tunjangan pengangguran untuk pekan terakhir.

Laporan lain mengonfirmasi bahwa pertumbuhan ekonomi AS mengalami percepatan di kuartal kedua, pada laju 6,7 persen, berkat uang bantuan pandemi dari pemerintah, yang mendorong belanja konsumen.

"Bahkan jika dolar AS jatuh kembali sedikit lebih jauh dalam waktu dekat, kami perkirakan akan melanjutkan reli baru-baru ini pada waktunya," ungkap asisten ekonom Capital Economics Joseph Marlow, dikutip dari Antara, Jumat (1/10/2021).

"Meskipun imbal hasil jangka panjang telah meningkat di sebagian besar ekonomi utama, imbal hasil obligasi AS telah meningkat lebih kuat dari kebanyakan dan, yang penting, sebagian besar didorong oleh imbal hasil riil yang lebih tinggi, yang mencerminkan ekspektasi kebijakan moneter yang lebih ketat,” lanjutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper